BPPT

Kastara.ID, Jakarta – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mendapat mandat dari Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek/BRIN) sebagai koordinator percepatan pengembangan produk dalam negeri, guna mengatasi wabah COVID-19 yang menjadi pandemik di Indonesia.

Kepala BPPT Hammam Riza dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Rabu (25/3) mengatakan, pihaknya siap menghela Task Force Riset dan Inovasi Teknologi untuk Penanganan COVID-19 (TFRIC19), guna penguatan aspek lokal dalam mengatasi wabah COVID-19 yang terus merebak.

Hammam menyebutkan bahwa saat ini TFRIC19 berfokus pada lima rencana aksi cepat, dengan target produk final sebagai berikut: (1). Pengembangan Non-PCR Diagnostic Test COVID-19 (dalam bentuk Dip Stick dan Micro-chip), (2). Pengembangan PCR Diagnostic Test yang sesuai dengan mutasi terbaru COVID-19, (3). Aplikasi teknologi informasi dan Artificial Intelligence (AI) untuk mendukung diagnostic COVID-19, (4). Analisis dan penyusunan data whole genome COVID-19 origin orang Indonesia yang terinfeksi, dan (5). Memperkuat penyiapan sarana dan prasarana deteksi, penyediaan logistik kesehatan dan ekosistem inovasi dalam menangani pandemik COVID-19.

TFRIC19 terdiri dari berbagai pemangku kepentingan, sebagai koordinator adalah BPPT, dan mendapatkan dukungan dari perwakilan Institusi Litbang (LIPI, Badan Litbang Kesehatan, Lembaga Biologi Molekular Eijkman), Perguruan Tinggi (ITB, UGM, UNAIR, YARSI, UNHAN, Atma Jaya, UNDIP, UNTAG Surabaya, Universitas Islam Bandung), Industri (PT Biofarma, PT Hepatika Mataram). Rumah Sakit (FKUI-RSCM, RSUD Tangerang, RSUD Koja) dan Asosiasi Profesi (PB IDI, PAPDI, IAIS, APIC, Asosiasi Bio Resiko, Asosiasi Biosafety Indonesia, World Bio Haztec), dan juga start-up Nusantara Genetics dan Healtech.id.

TFRIC19 juga melibatkan pendanaan dari berbagai pemangku kepentingan antara lain melalui East Ventures, dan asosiasi seperti Indonesia AI Society, IA-ITB, Kagama, IABIE, IATI, KADIN serta masyarakat luas dalam penggalangan dana. Penggalangan dana ini dibutuhkan untuk kebutuhan scale up production melengkapi dana APBN pemerintah yang bersumber dari Kementerian Ristek/BRIN, Litbangkes, BPPT, Eijkman, dan lainnya.

Beredarnya beberapa produk Kit Deteksi Corona virus dari luar negeri yang akan digunakan untuk melakukan percepatan skrining pada PDP dan ODP, merupakan salah satu subtansi yang menjadi perhatian serius TFRIC19.

Selain perlunya Technology Clearing untuk memastikan bahwa produk-produk tersebut memenuhi persyaratan teknis dan sesuai dengan kondisi wabah di Indonesia, beredarnya produk buatan luar ini, kata Hammam, menjadi “tantangan” bagi peneliti dan perekayasa dalam negeri untuk segera bisa menghasilkan produk Kit Deteksi COVID-19 buatan lokal.

Kit Deteksi Corona virus buatan luar tambahnya, perlu dipastikan apa sesuai dengan kondisi wabah di tempat kita (Indonesia). Untuk itu, TFRIC19 tengah berupaya mengembangkan kit Deteksi Corona buatan lokal, dengan menggunakan strain virus berasal dari orang Indonesia yang terinfeksi COVID-19 dengan status transmisi lokal penyebarannya.

“Virus cenderung cepat bermutasi, hasil mutasi berbeda-beda di setiap negara. Hal inilah yang menjadi tantangan dalam pengembangan RDT Kit. Selain cepat, RDT Kit juga harus sesuai, sensitif dan spesifik. Rencana aksi pengembangan Kit Deteksi COVID-19 menjadi prioritas pertama untuk segera dilaksanakan,” kata Hammam.

TFRIC19, kata Hammam, saat ini telah melakukan akselerasi dalam pengembangan Rapid Diagnostic Test (RDT) Kit untuk mendeteksi COVID-19, dan memperkuat Laboratorium Uji dalam kapasitas melakukan analisis gold standard PCR berbasiskan data kondisi virus Indonesia saat ini. Direncanakan Kegiatan TFRIC19 ini juga akan dilengkapi dengan Whole Genome Sequencing untuk keperluan pembuatan vaksin, deteksi dan epidemiologi COVID-19 Indonesia.

“Non PCR Diagnostic Test yang akan dikembangkan yaitu Rapid Diagnostic Test berbasis antibodi IgG/IgM (late detection) dan Rapid Diagnostic Test berbasis antigen (early detection), keduanya dikembangkan menggunakan virus yang ada di Indonesia” ungkap Hammam.

“RDT kit yang dikembangkan secara lokal ini sangat penting, karena menggunakan sampel-sampel penderita di dalam negeri. Kami kembangkan kit ini dalam bentuk Dip Stick dan Micro-chip,” papar Hammam.

Terkait penggunaan teknologi Artificial Intelligence (AI) untuk penanganan COVID-19, dirinci Hammam, akan dilakukan TFRIC19 melalui Sub-tim Artificial Intelligence. “Riset dan inovasi penanggulangan COVID-19 dengan mengembangkan sistem deteksi dini, dan sistem pendukung pengambilan keputusan memanfaatkan teknologi yang dibangun dengan Artificial Intelligence (AI). Berdasarkan data X-Ray dan CT-Scan dari pasien yang positif dan negatif COVID-19, akan dibangun model AI yang selanjutnya dapat digunakan untuk membantu deteksi dini pasien,” terangnya.

Secara khusus, tim ini akan mendayagunakan AI dengan model Machine Learning dan teknik terbaru Deep Learning untuk membangun model deteksinya, dengan validasi dari radiolog dan dokter yang terkait.

“Kami harap sistem yang dikembangkan ini akan melengkapi atau bersifat komplemen terhadap pengujian berbasis PCR, maupun whole genome sequencing COVID-19 Indonesia,” ujarnya.

Hammam lalu menegaskan bahwa Komitmen, Komunikasi, Kecepatan dan Kesiapan Data, menjadi landasan utama TFRIC19 untuk bekerja dengan cepat dan akurat. BPPT terus melakukan koordinasi lintas lembaga, dan koordinasi internal untuk mempersiapkan langkah-langkah operasional pelaksanaan lima rencana aksi di atas.

Bersamaan dengan itu, koordinasi untuk mendapatkan penguatan dari Menteri Ristek/Kepala BRIN dan keselarasan program dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 juga terus dilakukan,” ungkap Hammam. (ant)