Kastara.id, Jakarta – Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Unggul Priyanto mengatakan, konsumsi beras perkapita Indonesia termasuk tertinggi di dunia. Terutama jika dibandingkan dengan China, Jepang, dan Malaysia.

Konsumsi beras Indonesia 124 kg perkapita pertahun, China 60 kg, Jepang 50 kg, Korea 40 kg, Thailand dan Malaysia 80 kg. “Selain penduduk yang banyak, hampir setiap orang Indonesia mengkonsumsi beras,” kata Unggul di sela pre launch Kongres Teknologi Nasional 2016 di Gedung BPPT, Jakarta (22/7).

Menurutnya, dengan konsumsi beras yang tinggi tersebut apakah cukup dengan program intensifikasi dan ekstensifikasi, apakah tidak ada solusi lain. Oleh karena itu, perlu ada diversifikasi pangan, khususnya beras.

Disebutkan, untuk menurunkan konsumsi beras, maka BPPT telah melakukan berbagai kegiatan untuk mendukung program diversifikasi tersebut melalui inovasi teknologi formulasi dan desain alat untuk pengolahan pangan berbahan baku lokal, seperti jagung, sagu, dan singkong menjadi beras analog.

Dalam kesempatan tersebut Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi Eniya Listiani Dewi menambahkan, BPPT telah melakukan berbagai upaya menurunkan konsumsi beras di Indonesia. BPPT juga telah menghasilkan produk-produk teknologi dari bahan pangan lokal dari sagu, jagung, dan singkong menjadi beras analog. “Dari sisi kesehatan beras analog juga sangat cocok untuk penderita diabetes,” ujarnya.

Dirinya memprediksi, hingga tahun 2040, konsumsi beras di Indonesia bisa turun sekitar  50 kg perkapita. “Perhitungan kita itu di tahun 2045 bisa turun 55 kg perkapita pertahun,” katanya.

Selain beras analog, BPPT juga telah mengembangkan pangan sumber protein, seperti ikan nila unggul, ikan salina atau yang disebut ikan maharsi.

Ke depan, BPPT ingin mengembangkan teknologi yang bisa mendorong menurunkan konsumsi terigu, dan BPPT juga ingin memberikan kontribusi untuk membuat bakteri yang bisa mengembangkan roti dari bahan tepung jagung. (npm)