Kastara.id, Jakarta – Realitanya kesenian tradisi membutuhkan perhatian khusus untuk memperkecil kemungkinan terkikisnya budaya lokal. Sebaliknya masyarakat di daerah juga harus bisa mengikuti perkembangan zaman, agar adat budaya Indonesia tetap terjaga eksistensinya. Hal ini terlihat dalam pergelaran Anugerah Duta Seni Budaya Jawa Timur, di Anjungan Jawa Timur, TMII.

“Setiap daerah memiliki ciri khas, adat istiadat yang merupakan kekayaan budaya bangsa. Hal ini harus dipertahankan dan dilestarikan,” ujar Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sidoarjo, Tirto Adi, saat memberi sambutan pada acara pergelaran Anugerah Duta Seni Budaya Jawa Timur, di Anjungan Jawa Timur, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, beberapa waktu lalu (19/8).

Di era kekinian, Kabupaten Sidoarjo mengalami perkembangan pesat sebagai salah satu penyangga Ibukota Provinsi Jawa Timur. Keberhasilan ini dicapai karena berbagai potensi yang ada di wilayah ini, seperti seni dan budaya, industri, perdagangan, pariwisata, dan kekayaan alam.

Kesenian tradisional yang berkembang di wilayah Kabupaten Sidoarjo dipengaruhi oleh unsur ’Budaya Arek’, seperti Ludruk, Tayub, Jaranan, Wayang Kulit Jawa Timuran. Ada juga kesenian bercorak Timur Tengah, seperti Hadrah, Qasidah, Terbangan, dan kesenian lainnya.

“Dengan adanya berbagai potensi daerah serta dukungan sumber daya manusia yang memadai, Kabupaten Sidoarjo mampu menjadi salah satu daerah strategis bagi pengembangan perekonomian masyarakat,” lanjut Tirto Adi.

Diharapkan, melalui pergelaran paket kesenian rakyat ini, lanjut Tirto, masyarakat tidak hanya dapat menikmati pergelaran seni, melainkan juga dapat melihat berbagai produk unggulan dan potensi pariwisata Kabupaten Sidoarjo. Antara lain lewat pameran yang digelar saat bersamaan dengan pergelaran ini.

“Melu handarbeni atau rasa memiliki, pepatah Jawa yang mengandung makna dalam. Seni tradisional pada hakekatnya dapat memacu prestasi di segala sektor kehidupan. Hal ini bukan semata-mata hanya untuk seni, tapi sangat bermanfaat disegala sektor kehidupan,” ujar Tirto.

Dalam pergelaran ini, Sanggar Teater Nusantara menampilkan dua jenis tari; Remo Munali Fatah dan tari Banjar Kemuning untuk mengawali pementasan grup kesenian dari Sidorjo ini. Drama tari Prahara Mustika Tawangalun menjadi puncak perhelatan apresiasi seni dan budaya yang diselenggarakan Badan Penghubung Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur ini.

Remo Munali Fatah adalah membaca sejarah kemampuan seorang penari, yang juga pejuang pelestari budaya, bernama Munali Fatah. Namanya tak bisa dipisahkan dari sejarah seni Ludruk di Jawa Timur. Ia adalah pencipta salah satu gaya tari Remo, dikenal dengan Remo Gaya Munali Fatah. Karyanya; tari Remo menjadi salah satu ikon seni budaya Jawa Timur, khususnya Sidoarjo dan Surabaya. Remo gaya Munali memiliki keluwesan dan menjadi ukuran kepiawaian seorang penari.

Tari Banjar Kemuning, merupakan tari garapan yang terinspirasi dari kisah di satu desa di pesisir pantai Sidoarjo, desa Banjar Kemuning. Mata pencarian masyarakat di desa ini adalah nelayan. Tari Banjar Kemuning, menggambarkan para istri nelayan yang tegar dan kuat menghadapi berbagai kesulitan hidup, termasuk kerap ditinggal suami pergi melaut.

Drama tari Prahara Mustika Tawangalun merupakan penggambaran legenda terbentuknya Candi Tawangalun. Candi ini salah satu peninggalan kerajaan Majapahit, terletak di Desa Buncitan Kecamatan Sedati, Kabupaten Sidoarjo.

Dikisahkan di desa Tawangalun hidup seorang Resi sakti mandraguna, mempunyai anak bernama Dewi Sekar Alun. Ketika dewasa Dewi Sekar Alun tertarik dengan sang Prabu Brawijaya. Untuk mewujudkan keinginan sang putri, sang Resi menyulap anaknya menjadi putri cantik. Namun hal ini akhirnya diketahui sang Prabu Brawijaya. Sang Prabu murka karena merasa dibohongi. Dewi Sekar Alun diusir. Dalam kesedihannya sang putri bertapa hingga moksanya; punarbawa kehidupan.

Sungguh pertunjukan ini menjadi oase di tengah hegemoni budaya pop yang instan. Pendaran keindahan tumplek blek di atas panggung. Baik itu karena cerita, tarian, ekpresi, kostum, musik dan interaksi penonton pada pertunjukan itu sendiri yang begitu antusias menyaksikan pertunjukan.

Hadir di acara ini Kepala Sub Bidang (Kasubid) Pengelolaan Anjungan Badan Penghubung Daerah (Bapenda) Provinsi Jawa Timur Samad Widodo, Kepala Dinas Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Sidoharjo Joko Supriadi, Sekretaris Dinas Kepemudaan Olahraga, dan Pariwisata Kabupaten Sidoharjo Tresnanto Edy Wibowo NT, jajaran Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait di Pemerintahan Kabupaten Sidoharjo, serta pengurus Pawarta (Paguyuban Warga Jakarta) asal Jawa Timur.

Para seniman yang terlibat di pergelaran ini adalah Budi Alfan (Ide Cerita/Gagasan), Albert Muhammad Wisang (Penulis Cerita dan Sutradara), Dwi Prihatini (Penata Artistik), Jarmani (Penata Musik), Budi Alfan (Penata Tari), Yetty Anggraini (Penata Panggung), serta puluhan pengrawit, penyanyi dan penari.

Sanggar Teater Nusantara ini langsung di bawah pembinaan Bupati Sidoarjo Syaifullah, selaku Pelindung. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sidoarjo Asrafi selaku Penasehat, Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sidoarjo Sukartini sebagai Penanggung Jawab, serta Kepala Seksi Kesenian Rakyat Pemerintah Kabupaten Sidoarjo Rr. Lisa Kartika Wati sebagai Pimpinan Produksi.

Para Juri Pengamat Anugerah Duta Seni Budaya Jawa Timur adalah Suryandoro, (Praktisi dan Pengamat Seni Tradisi), Eddie Karsito (Wartawan, Penggiat Seni dan Budaya), Nursilah (Dosen Seni Tari Universitas Negeri Jakarta), dan Catur Yudianto (Kepala Bagian Pelestarian dan Pengembangan Bidang Budaya TMII).

Pergelaran selanjutnya di akhir bulan Agustus, Badan Penghubung Daerah Provinsi Jawa Timur, akan menampilkan duta seni dari Kabupaten Bojonegoro (26 Agustus 2018). (hero)