Kastara.ID, Jakarta – Pemerintah terus mendorong peningkatan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) dalam kesiapan menyongsong era revolusi industri 4.0. Selain telah melakukan upaya strategis melalui program pendidikan dan pelatihan vokasi yang link and match dengan industri, pemerintah juga sedang membidik kolaborasi antara perguruan tinggi di Indonesia dengan perguruan tinggi top dunia.

“Salah satu tantangan saat ini adalah di level universitas. Beberapa top universitas di Indonesia belum ada yang masuk dalam jajaran 300 besar dunia. Kami harapkan, beberapa univeritas unggulan di luar negeri mempunyai counterpart dengan beberapa universitas di Tanah Air. Sehingga mereka bisa menjadi top 100, setidaknya di level regional,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto di Jakarta, Ahad (25/8).

Menperin mencontohkan, The University of Melbourne misalnya, bisa menjadi rekanan bagi universitas-universitas di Indonesia. “Melbourne University sekarang ada di peringkat ke-33 dunia, diharapkan dapat mendorong capacity building bagi sejumlah universitas yang ada di Indonesia,” tuturnya.

Hal tersebut disampaikan Airlangga ketika memberikan sambutan pada rangkaian acara yang diselenggarakan The University of Melbourne di Jakarta, beberapa waktu lalu. “Setelah gencar membangun infrastruktur secara masif, program prioritas Bapak Presiden Joko Widodo (Jokowi) selanjutnya adalah menaruh perhatian besar pada pengembangan kualitas SDM,” tegasnya.

Langkah itu guna mengambil peluang dari momentum bonus demografi yang akan dinikmati Indonesia, terutama pada masa puncaknya di periode tahun 2020 hingga 2024. “Jika kita bisa lebih fokus untuk mengembangkan kualitas SDM dan menggunakan cara-cara baru, maka pemerintah meyakini bonus demografi menjadi bonus lompatan kemajuan bagi bangsa Indonesia,” ujarnya.

Oleh karena itu, lembaga pendidikan dan lembaga pelatihan perlu terus didorong untuk melakukan pembenahan secara besar-besaran agar mampu menghadapi perubahan dari beragam aspek. “Kita butuh SDM yang terampil dan mampu menguasai ilmu pengetahuan masa kini dan masa depan,” imbuhnya.

Airlangga pun menyampaikan, guna menghasilkan inovasi yang sesuai dengan perkembangan zaman dan teknologi terkini, dibutuhkan peningkatan kegiatan penelitian dan pengembangan. Hal ini bisa diwujudkan, salah satunya melalui hasil kolaborasi antara akademisi Indonesia dengan akademisi top dunia.

“Dengan demikian, nantinya diharapkan mampu mendorong semakin banyak pelajar Indonesia untuk ikut bekolaborasi dalam menimba ilmu di luar negeri, serta memberi izin universitas atau politeknik dari luar negeri untuk beroperasi di kawasan ekonomi khusus. Ini yang akan kami rencanakan,” paparnya.

Karena itu, Menperin terus mengajak perguruan tinggi agar lebih aktif melakukan riset, khususnya di bidang industri untuk menghasilkan inovasi dan mendongkrak daya saing sektor manufaktur nasional. “Tentunya dalam hal ini universitas harus menjadi bagian dari salah satu langkah strategis dalam menyiapkan kompetensi SDM sesuai kebutuhan di era industri 4.0,” ujarnya.

Airlangga menyebutkan, inovasi serta perubahan terhadap model bisnis yang lebih efisien dan efektif merupakan bagian dari hasil penerapan industri 4.0. Revolusi industri ini diyakini akan mempercepat peningkatan daya saing sektor industri nasional secara signifikan. Industri 4.0 ini ditandai dengan meningkatnya konektivitas, interaksi dan semakin konvergensinya batas antara manusia, mesin, dan sumber daya lainnya melalui teknologi informasi dan komunikasi.

“Revolusi tersebut merupakan sebuah lompatan besar di sektor industri dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi sepenuhnya tidak hanya dalam proses produksi, tetapi juga di seluruh rantai nilai guna mencapai efisiensi yang setinggi-tingginya untuk melahirkan model bisnis yang baru dan berbasis digital,” tandasnya.

Selain itu, Airlangga mengungkapkan, pemerintah telah menyiapkan strategi dalam memasuki era industri 4.0 melalui implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0. Aspirasi besarnya adalah menjadikan Indonesia masuk jajaran 10 negara yang memiliki perekonomian terkuat di dunia pada tahun 2030.

“Dengan peta jalan tersebut, diharapkan akan mampu meningkatkan produktivitas, Research and Development (RnD), inovasi, sekaligus untuk mendorong sektor manufaktur berkontribusi hingga 25% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional,” terangnya.

Perluas pasar ke Australia

Menperin memproyeksi sejumlah sektor manufaktur di Indonesia akan lebih agresif memperluas pasarnya ke Australia. Hal ini seiring implementasi perjanjian kerja sama yang saling menguntungkan melalui Indonesia Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA).

“Misalnya, dalam sektor otomotif, karena Australia tidak lagi memiliki industri otomotif, Indonesia akan berpeluang mengekspor produk otomotifnya ke pasar Australia dalam kerangka IA-CEPA tersebut. Apalagi, Indonesia akan menjadi basis produksi dan hub di ASEAN,” tuturnya.

Menperin menambahkan, pengembangan sektor industri otomotif di Indonesia menuju lompatan yang jauh, juga telah diwujudkan melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan. Sasarannya, para pelaku industri otomotif di Indonesia segera merancang dan membangun pengembangan mobil listrik tersebut.

Airlangga menyampaikan, dalam Perpres tersebut, akan diatur juga mengenai pengoptimalan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). Untuk kendaraan beroda empat atau lebih misalnya, TKDN minimun 35% sampai tahun 2021 dan di tahun 2030 bisa sebesar 80%. Hal ini juga memungkinkan upaya ekspor otomotif nasional ke Australia. “Karena dalam skema kerja sama IA-CEPA, ada persyaratan 40% TKDN, sehingga kami sinkronkan dengan fasilitas yang ada,” jelasnya.

Di samping itu, pemerintah sedang memfinalisasi revisi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

“Dalam skema PPnBM yang baru, akan ditambahkan parameter penghitungan konsumsi bahan bakar dan emisi CO2. Ini juga untuk menyesuaikan minat pasar global, sehingga kita bisa mendorong produksi kendaraan seperti sedan, termasuk untuk mengisi ke pasar Australia,” paparnya.

Menurut Airlangga, sektor lainnya yang juga akan berpeluang memembus ke pasar Negeri Kanguru, yakni industri tekstil, pakaian, alas kaki, serta makanan dan minuman. Bahkan, termasuk di sektor industri biokimia dan biofarmasi yang diproyeksi tidak hanya mendominasi pasar domestik saja, tetapi mampu memenuhi kebutuhan pasar ekspor.

“Di sektor elektronika juga akan tumbuh, dan berpeluang ke pasar ekspor. Saat ini, populasi pengguna smartphone di Indonesia mencapai 60 juta orang. Kemenperin bersama kementerian terkait lainnya sedang membuat aturan untuk mengontrol penerapan IMEI. Ini menjadi salah satu persyaratan untuk mendukung industri smartphone di dalam negeri,” tandasnya. (mar)