Bunda Teresa

Oleh: Jaya Suprana

NAMA para tokoh politik diabadikan sebagai nama bandara internasional Jakarta: Soekarno Hatta dan New York: J.F. Kennedy.

Nama para tokoh budayawan diabadikan pada bandar udara internasional Roma: Leonardo da Vinci atau Warsawa: Fryderyk Chopin.

Ketika tiba di bandara internasional Tirana, Alabnia, saya merasa terharu bahwa nama tokoh pejuang kemanusiaan, Nene Teresa ternyata diabadikan sebagai nama bandara internasional ibukota Albania, Tirana. 

Anjeze Gonxhe Bojaxhiu
Masyarakat Albania sedemikian bangga atas putri terbaik Albania, Anjeze Gonxhe Bojaxhiu yang kemudian jauh lebih dikenal di seluruh dunia dalam bahasa Albania sebagai Nene Teresa, yang dalam bahasa Inggris disebut sebagai Mother Teresa, dan dalam bahasa Indonesia disebut sebagai Bunda Teresa, sehingga namanya diabadikan sebagai nama bandar udara international Ibukota Albania.

Sebuah monumen dengan patung Nene Teresa didirikan di kawasan gerbang bandara internasional Tirana. Di pusat kota Tirana terdapat sebuah alun-alun yang diberi nama Shesi Nene Teresa alias Mother Teresa Square.

Misionaris Charitas
Nene Teresa adalah warga keturunan Albania yang dilahirkan di Skopje, yang kini menjadi Ibukota Makedonia Utara.

Pada usia 18 tahun, Anjeze Gonxhe Bojaxhiu pindah ke Irlandia, kemudian menetap di Kalkuta, India, untuk mempersembahkan mahakarya kemanusiaan.

Pada tahun 1950, Bunda Teresa mendirikan sebuah kongregasi keagamaan atau lebih tepat disebut sebagai kongregasi kemanusiaan bernama Misionaris Charitas (Misionari Kasih-Sayang) dengan anggota lebih dari 5000 relawati pada 133 negara menyelenggarakan asrama bagi kaum miskin yang menderita HIV/AIDS, lepra, dan TBC.

Misionari Kasih-Sayang juga menyelenggarakan dapur umum, dispensari, mobile puskesmas, program counselling anak-anak dan keluarga, asrama yatim-piatu dan sekolah.

Para relawati bersumpah melakukan selibasi, kesederhanaan, dan kepatuhan di samping memberikan pelayanan tulus tanpa pamrih bagi kaum termiskin di antara kaum miskin.

Apa yang dilakukan Nene Teresa terkesan janggal bahkan mubazir di tengah gelora semangat kapitalisme, hedonisme, konsumtifisme memberhalakan gemerlap keharta-bendaan.

Nene Teresa memperoleh anugerah Nobel untuk Perdamaian, atau sebenarnya lebih tepat disebut sebagai Kemanusiaan pada tahun 1979 sebelum dinobatkan sebagai Santa.

Kasih Sayang
Meski saya bukan umat Katolik, namun sejak masa kanak-kanak saya mengagumi pengabdian tanpa pamrih Bunda Teresa bagi kemanusiaan, terutama kepada kaum termiskin di antara kaum miskin.

Saya tidak pernah mampu melupakan jawaban Bunda Teresa terhadap kritik yang datang dari berbagai pihak termasuk bahkan dari Vatikan bahwa Bunda Teresa tidak menyebarkan agama Katolik kepada kaum miskin yang ditolongnya.

Jawaban Bunda Teresa adalah “Tugas saya bukan menyebar agama namun menyebar Kasih-Sayang“.

Adalah Bunda Teresa yang menyadarkan saya bahwa Tuhan hadir pada saat manusia mempersembahkan kasih-sayang kepada sesama manusia.

Kemanusiaan
Adalah Bunda Teresa yang menginspirasi saya untuk mempelajari kemanusiaan, sehingga pada tahun 2016 saya mendirikan Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan.

Saya sadar bahwa diri saya mustahil mampu melakukan pengabdian kemanusiaan tanpa pamrih apalagi kesiapan untuk hidup bersama dengan kaum termiskin di antara kaum miskin, maka minimal saya berupaya mempelajari makna yang diwariskan oleh Nene Terasa kepada seluruh umat manusia di planet bumi ini, yaitu apa yang disebut sebagai kemanusiaan.

Saya kurang beruntung, maka belum pernah berjumpa Bunda Teresa semasa beliau masih hidup. Namun, saya beruntung di Tanah Air Udara saya sendiri berjumpa seorang pejuang kemanusiaan, yang melanjutkan perjuangan Bunda Teresa, maka kemudian saya angkat menjadi mahaguru kemanusiaan saya yaitu Sandyawan Sumardi. Adalah Bunda Teresa yang mewariskan kesadaran bagi saya untuk mendayagunakan masa sisa hidup saya mempelajari demi mendalami makna kemanusiaan yang sebenarnya.

Adalah Bunda Teresa yang mewariskan kesadaran bagi saya bahwa pada hakikatnya Kemanusiaan Adalah Mahkota Peradaban. (*)

* Penulis adalah pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan.