CPO

Kastara.ID, Jakarta — Rencana sejumlah tokoh dan beberapa pihak melayangkan uji materi Undang-Undang (UU) Ibu Kota Negara (IKN) ke Mahkamah Konstitusi (MK) adalah hak konstitusional warga negara yang harus dihormati oleh semua pihak. Langkah gugatan ke MK untuk menguji UU IKN adalah strategi yang paling tepat dan efektif untuk menyalurkan aspirasi penolakan UU IKN atau pemindahan ibukota negara.

“Karena UU IKN ini sudah disahkan, maka langkah paling tepat menyalurkan aspirasi penolakan adalah melalui pengajuan uji materi ke MK. Ini adalah hak konstitusional warga negara yang harus dihormati. Di MK akan diuji apakah UU IKN ini mulai dari mekanisme penyusunan, pembahasan dan pengesahannya sudah sesuai atau malah mengandung cacat formil. Di MK juga akan diuji apakah pasal-pasal dalam UU IKN sudah senafas dengan konstitusi UUD Negara RI Tahun 1945 atau malah bertentangan. Saya pribadi menghormati rencana sejumlah pihak yang akan mengajukan uji materi UU IKN ke MK,” ujar Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan Jakarta (25/1).

Menurut Fahira Idris, sejumlah tokoh tentu mempunyai dalil dan argumen yang kuat dalam mengajukan uji materi UU IKN ke MK. Tinggal bagaimana Pemerintah dan DPR menjawab berbagai celah yang menjadi dasar uji materi di depan hakim MK dan publik luas, tentunya dengan fakta, data, dalil dan argumen yang juga kuat. Rencana pengajuan uji materi UU IKN ke MK ini juga menjadi koridor yang tepat agar isu soal IKN ditempatkan pada konteksnya.

“Pro kontra UU IKN yang rencanakan akan diuji materi ke MK akan menjadi panggung yang paling tepat dan konstitusional dan medium pembelajaran yang bagi publik dalam menyikapi pemindahan IKN. Gugatan ke MK juga cara paling terhormat karena menempatkan isu pemindahan IKN sesuai konteks sehingga tidak menjadi isu atau bola liar yang malah akan menjadi kontraproduktif bagi bangsa dan negara,” tukas Fahira Idris.

Sebagai informasi, sebelumnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI resmi menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Ibukota Negara (RUU IKN) menjadi UU dalam rapat Paripurna DPR RI ke-13 masa persidangan III tahun sidang 2021-2022, pada Selasa (18/1). Pengesahan ini menimbulkan pro kontra atau polemik di publik. (dwi)