Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI)

Kastara.ID, Jakarta – Indonesia memiliki kesempatan dan peluang yang sangat besar dalam mengembangkan perkonomian syariah.

Saat ini, Indonesia termasuk salah satu negara yang mempunyai lembaga keuangan syariah terbanyak di dunia.

Ditambah lagi dengan populasi penduduknya yang mayoritas bergama Islam. Begitu juga dengan adanya regulasi yang mengatur terkait keuangan syariah mulai dari POJK, hingga Fatwa-fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), Erwin Noekman mejelaskan, ada sejenis anomali yang terjadi, yang mana sekalipun pendapatan industri asuransi umum syariah tercatat mengalami penurunan, akan tetapi ada peningkatan pada jumlah aset.

Kontribusi asuransi umum syariah secara kuartalan, ungkap Erwin, mulai dari Desember 2019 hingga Maret 2020 terjadi penurunan. Kemudian saat pandemi covid-19 mulai masuk ke Indonesia kinerja industri kembali turun hingga Bulan Juni 2020. Dan pada Bulan September 2020 menunjukkan pertumbuhan. Peningkatan juga terjadi saat menutup tahun 2020.

Dari segi aset, industri asuransi umum syariah mencatatkan pertumbuhan yang cukup baik, sekalipun saat masa pagebluk COVID-19.

”Secara YOY, kontribusi bruto asuransi umum mengalami penurunan di tahun 2020, yaitu tercatat sebesar Rp1,82 triliun di tahun 2019, dan menutup tahun 2020 menjadi Rp 1,61 triliun. Penurunan kontribusi ini, bukan saja terjadi di tanah air, tapi juga bagi rekan-rekan kita yang di luar negeri. Akan tetapi dari segi aset, industri asuransi umum Indonesia mengalami peningkatan, yaitu Rp 5,90 triliun di tahun 2019 dan menutup tahun 2020 tercatat menjadi Rp 6,01 triliun. Jadi ada kenaikan sekitar Rp 100 miliar,” kata Erwin dalam siaran pers AASI yang diterima di Jakarta, Jumat (26/2).

Kinerja baik lainnya juga terlihat dari klaim asuransi umum syariah yang mengalami penurunan. Pada tahun 2019, klaim bruto asuransi umum syariah tercatat sebesar Rp 726 miliar, dan menutup tahun 2020 tercatat menjadi Rp 641 miliar.

Untuk investasi, kinerja industri asuransi umum syariah juga mengalami kinerja yang baik, yang mana pada tahun 2019 tercatat sebesar Rp 4,03 triliun dan pada tahun 2020 tercatat naik sekalipun tipis yakni menjadi Rp 4,10 triliun. Peningkatan investasi ini diikuti oleh pertumbuhan hasil investasi, yang mana pada tahun 2019 tercatat sebesar Rp 243 miliar dan pada tahun 2020 menjadi Rp 259 miliar.

”Yang menarik dari kinerja asuransi umum adalah dari segi laba. Di saat secara umum negara kita mengalami resesi, justru di industri asuransi umum syariah malah labanya meningkat. Pada tahun 2019 tercatat sebesar Rp 514 miliar, dan pada tahun 2020 meningkat menjadi Rp 532 miliar. Ini seperti yang terjadi pada tahun 1998, di mana disaat industri lainnya krisis, malah sebagian perusahaan asuransi saat itu mengalami peningkatan dari segi laba,” jelas Erwin.

Namun yang tidak kalah pentingnya, lanjut Erwin, tingkat solvabilitas industri asuransi umum syariah juga boleh dikatakan sangat sehat dengan solvabilitas dana tabarru lebih dari 423 persen. Artinya, melebihi dari ketentuan yang diatur OJK.

Dari segi lini bisnis, saat ini industri asuransi umum syariah masih didominasi dari sektor asuransi kendaraan bermotor yang memiliki porsi sebesar 36,46 persen dan diikuti oleh bisnis asuransi kecelakaan diri dengan porsi sebesar 31,11 persen kemudian dari sektor asuransi harta benda yaitu sebesar 15,60 persen.

Erwin menambahkan, untuk ke depan potensi industri asuransi umum akan terus berkembang. Di samping dengan mergernya tiga bank syariah yang cukup memberikan pengaruh terhadap perekonomian syariah nasional, faktor lainnya adalah seiring dengan adanya pembangunan kawasan industri halal  yang tentunya akan melibatkan banyak pihak dan menjadi prospek industri perasuransian syariah. (mar)