Anwar Abbas

Kastara.ID, Jakarta – Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas mengkritik keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengizinkan investasi di bidang industri minuman keras atau miras. Kebijakan itu seiring dengam keputusan pemerintah menetapkan industri minuman keras yang masuk kategori usaha terbuka.

Saat memberikan keterangan kemarin (25/2), Anwar mengaku sangat kecewa dengan keputusan itu. Menurut Anwar, hal ini memperlihatkan secara jelas pemerintah lebih mengedepankan kepentingan pengusaha dan mengabaikan kepentingan rakyat.

Bendahara Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah ini berpendapat, kebijakan membuka pintu bagi industri miras memperlihatkan pemerintah menempatkan dunia usaha sebagai objek yang bisa dieksploitasi bagi kepentingan mendapatkan keuntungan atau profit yang sebesar-besarnya.

Padahal seharusnya dunia usaha dimaksudkan untuk menciptakan sebesar-besar kebaikan, kemashlahatan, dan kesejahteraan bagi rakyat dan masyarakat.

Anwar menambahkan, semestinya pemerintah tidak memberi izin bagi usaha-usaha yang akan merugikan dan merusak rakyat. Anwar bahkan menuding pemerintah hanya memehami Pancasila di mulut saja. Namun dalam praktiknya pemerintahan Jokowi justru menerapkan sistem ekonomi liberalisme kapitalisme. Padahal sistem kapitalisme bukan karakter dan jati diri bangsa.

Sebelumnya pemerintah menetapkan industri minuman keras sebagai daftar positif investasi (DPI) sejak 2021. Industri tersebut masuk kategori bidang usaha tertutup.

Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Beleid yang ditandatangani Jokowi pada Selasa 2 Februari 2021 tersebut adalah turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Dalam lampiran III PerpresĀ 10/2021, pemerintah mengatur ada empat klasifikasi miras yang masuk daftar bidang usaha dengan persyaratan tertentu. Pertama, industri minuman keras mengandung alkohol. Kedua, minuman keras mengandung alkohol berbahan anggur.

Ketiga, perdagangan eceran minuman keras dan beralkohol. Keempat, perdagangan eceran kaki lima minuman keras atau beralkohol. Syarat lainnya adalah jaringan distribusi dan tempat harus disediakan secara khusus.

Namun ketentuan berinvestasi di bidang miras hanya berlaku di Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua, dengan memperhatikan budaya serta kearifan lokal. Investasi akan ditetapkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) berdasarkan usulan gubernur.

Investasi di bidang miras terbuka untuk investor asing, investor domestik, hingga koperasi serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Namun untuk investasi asing, modal yang ditanamkan harus lebih dari Rp 10 miliar di luar bangunan. Selain itu, investor asing wajib berbentuk perseroan terbatas (PT) berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia. (ant)