APBN

Kastara.ID, Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa Indonesia perlu mewaspadai ekonomi global terutama perang dagang AS-Tiongkok yang berkembang menjadi Currency War atau perang mata uang yang makin tajam.

Hal ini disampaikannya dalam acara konferensi pers APBN KiTa (Kinerja dan Fakta) Edisi Agustus 2019 pada Senin, (26/8) di Aula Djuanda gedung Juanda I Kementerian Keuangan, Jakarta.

Namun demikian, pertumbuhan ekonomi perekonomian Indonesia semester I-2019 masih tumbuh sebesar 5,05 persen dengan inflasi terjaga sebesar 2,34% (end of period) dan nilai tukar rupiah terhadap dollar US sebesar Rp 14.215.

“Indonesia masih terjaga di atas 5%. Ini masih cukup exceptional di tengah seluruh negara yang revisi ke bawah bahkan memasuki resesi. Growth kita adalah 5,05. Inflasi sampai akhir periode sebesar 2,34 lebih rendah dari target asumsi tahun ini. Nilai tukar kita year to date Rp 14.215 ini juga lebih kuat dibanding asumsi APBN,” jelasnya.

Pada sisi penerimaan, realisasi pendapatan dari sektor Pajak hingga Juli 2019 sebesar Rp 810,7 triliun, 45,4% dari target APBN atau tumbuh sebesar 3,9%. Sedangkan pendapatan dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 241,3 triliun, 63,8% dari target APBN atau tumbuh sebesar 14,2%. Penerimaan dari hibah sebesar Rp 0,8 triliun.

Tantangan penerimaan pajak pada periode Januari-Juli berasal dari tingginya restitusi, harga komoditas yang menurun di pasar global, normalisasi impor dan perlambatan sektor manufaktur. Namun demikian, pendapatan negara masih mampu tumbuh sebesar 5,9% (yoy) meski tidak sebesar tahun 2018.

Dari sisi realisasi belanja negara, total belanja pemerintah pusat yang terdiri dari belanja K/L dan Non K/L adalah sebesar Rp 761,5 triliun. Sedangkan total Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar Rp 475,1 triliun. Belanja negara tumbuh 7,9% (yoy) lebih baik dibanding tahun 2018 karena besarnya peningkatan penyaluran TKDD yang tumbuh 5,9% (yoy).

Dari sisi realisasi defisit, keseimbangan primer sebesar Rp 25,1 triliun, sedangkan defisit anggaran sebesar Rp 183,7 triliun lebih rendah dari tahun 2016 dan 2017. Pemerintah mengantisipasi risiko global dengan strategi front loading sehingga pembiayaan utang tumbuh 10,5% (yoy). (mar)