Humphrey-Djemat

Kastara.ID, Jakarta – Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Humphrey Djemat mengungkapkan adanya mahar politik untuk menjadi menteri pada pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin. Nilai Mahar yang diminta menurut Humphrey sangat besar, bahkan mencapai Rp 500 miliar.

Saat menghadiri sebuah diskusi di kantor Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) di Jakarta Timur, akhir pekan (24/11) lalu, Humphrey menjelaskan bahwa dirinya mendapat informasi seorang calon menteri telah diminta uang komitmen sebesar Rp 500 miliar sebelum menjadi anggota Kabinet Indonesia Maju. Komitmen atau mahar tersebut diminta oleh partai politik jika calon tersebut ingin di-endorse atau didukung agar menjadi menteri.

Pria yang berprofesi sebagai pengacara ini menambahkan, calon menteri tersebut tidak harus menyerahkan uang Rp 500 miliar kepada partai politik. Calon tersebut cukup membuat komitmen jika nanti menjadi menteri akan berkontribusi kepada partai politik sebesar Rp 500 miliar. Meski demikain, Humphrey tidak menyebutkan nama calon menteri yang membocorkan rahasia tersebut.

Humphrey yang mengklaim sebagai Ketua Umum PPP versi Muktamar Jakarta ini menuturkan, calon yang berasal dari kalangan profesional tersebut akhirnya menolak permintaan tersebut. Ia berdalih tidak memiliki uang sebesar Rp 500 miliar. Selain itu calon tersebut merasa pemberian mahar atau komitmen tidak sesuai dengan nuraninya. Padahal menurut Humphrey, keahlian dan kemampuan calon tersebut sangat dibutuhkan Jokowi dalam menjalankan roda pemerintahan.

Meski demikian, Humphrey menegaskan, tidak semua menteri memberikan mahar sebesar Rp 500 miliar. Ia meminta publik tidak menaruh curiga kepada para menteri.

Sementara itu Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PPP Achmad Baidowi membantah pernyataan Humphrey tersebut. Baidowi menegaskan, tuduhan tersebut ngawur dan tidak bisa dibuktikan. Ia pun meminta Humphrey menyebutkan nama calon menteri yang dimaksud.

Selain itu Baidowi meminta Humphrey tidak dikaitkan dengan PPP. Pasalnya berdasarkan putusan pengadilan, satu-satunya PPP yang sah adalah hasil Muktamar Pondok Gede. (ant)