Hari Valentine

Oleh: Jaya Suprana

KONON tanggal 14 Februari, yang di masa kini kerap disebut sebagai Hari Valentine, adalah hari wafatnya Santo Valentine pada sekitar tahun 270 berdasar kalender Masehi. Namun, beberapa sejarawan meyakini asal-usul perayaan Hari Valentine adalah festival Lupercalia yang memuja dewa pertanian Romawi bernama Faunus, yang kebetulan juga bersamaan saat dengan festival selebrasi saudara kembar pendiri Roma, Romulus dan Remus.

Menjelang akhir abad X, Sri Paus Gelasius resmi menetapkan 14 Februari sebagai Hari Santo Valentine untuk menggantikan Lupercalia sebagai hari raya kaum kafir. Penyampaian ucapan Hari Valentine sebagai hari kasih-sayang secara tertulis dipelopori oleh Duke of Orleans, Charles pada tahun 1415 dengan menulis sebuah syair pertama mendirgahayu Hari Valentine yang didedikasikan kepada isterinya.

Amerika Serikat
Adalah masyarakat kapitalis Amerika Serikat yang optimal memanfaatkan Hari Valentine dengan komestik hari kasih-sayang sebagai kesempatan untuk menjual produk-produk, mulai dari kartu ucapan, rangkaian bunga, pernik-pernik sampai perhiasan supra mahal. Bahkan para rumah makan, hotel sampai biro perjalanan tidak mau ketinggalan laris-manis menjual produk khusus bersuasana Valentine pada Hari Valentine.

Tradisi merayakan Hari Valentine kemudian diekspor sama halnya dengan produk industri film Hollywood, sebagai produk kebudayaan popular Amerika Serikat ke seluruh pelosok dunia, termasuk Indonesia. Tidak diragukan lagi, Hari Valentine memiliki potensi cukup dahsyat sebagai enerji penggerak roda ekonomi.

Komersial
Berdasar kenyataan dapat disimpulkan bahwa di masa kini sebenarnya Hari Valentine lebih bersifat komersial ketimbang religius. Harus diakui bahwa para produsen produk Hari Valentine memang berjaya memposisikan produk kasih-sayang yang terbukti laris-manis dijual kepada mereka yang ingin menyatakan kasih-sayang kepada kekasih mereka masing-masing. Di situ terbukti kedigdayaan para pemasar yang berhasil memasarkan produk komersial mereka dengan kedok kasih-sayang. Para ahli marketing berhasil mengaburkan kenyataan bahwa pada hakikatnya menyatakan kasih-sayang kepada kekasih sebenarnya dapat dilakukan tidak hanya terbatas pada tanggal 14 Februari saja.

Konsumtifisme
Sebenarnya pada setiap hari di antara 365 hari 5 jam 48 menit 45,1814 detik yang tersedia sepanjang tahun dapat dimanfaatkan untuk menyatakan kasih-sayang kepada kekasih. Kenapa harus 14 Februari?

Para produsen produk Valentine memang kreatif merekayasa peradaban konsumtifisme sehingga mampu mempengaruhi bahkan mendikte konsumen untuk bersemangat demi berlomba-lomba konsumtif membeli produk yang mereka jual. Viva Marketing! (*)

* Penulis adalah pembelajar kebudayaan dan peradaban dunia.