PILKADA

Kastara.ID, Jakarta – Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komaruddin mengatakan, kesepakatan antara penyelenggara pemilu, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), untuk menggelar pemilihan kepala daerah (Pilkada) pada Desember 2020 harus dipertimbangkan ulang.

Penyebabnya, sejauh ini belum pasti kapan pandemi Covid-19 akan berakhir.

“Kita belum tahu seperti apa perkembangan pandemi ini, kapan puncak pandemi dan apakah dalam beberapa bulan ke depan apa benar-benar sudah melewati masa krisis dari Covid 19, atau malah ada gelombang kedua,” kata Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komaruddin, dalam keterangan tertulisnya (26/4).

Menurut Ujang, jika pemungutan suara Pilkada digelar pada 2020, maka artinya tahapan-tahapan pilkada yang ditunda harus dimulai kembali pada Juni mendatang.

Sementara menurutnya, kondisi pandemi Covid-19 masih menunjukkan tren kenaikan kasus positif.

Memulai tahapan pada saat masa krisis bahkan ketika belum mencapai fase puncak pandemi Covid-19, menurutnya akan sangat berisiko untuk keselamatan baik penyelenggara, peserta pilkada maupun masyarakat.

Hal itu, kata Ujang, karena pada beberapa tahapan pilkada akan melibatkan interaksi tatap muka banyak orang, semakin banyak interaksi sosial dalam tahapan pemilu tentunya akan meningkatkan risiko penularan.

Kemudian, memulai tahapan tergesa-gesa juga berpotensi akan membuat ketidaksiapan sistem dan metode penyelenggaraan yang tepat untuk dipakai pada masa pandemi.

“Penting sekali mengkaji mekanisme, metode dan sistem seperti apa yang tepat kalau menyelenggarakan pemilu ketika pandemi, semuanya tentu harus diselaraskan dengan protokol kesehatan,” katanya.

Tidak hanya metode penyelenggaraan pilkada, penyelenggara tentunya juga perlu memikirkan kesiapan anggaran apalagi biaya pilkada diyakini akan membengkak karena harus menyediakan standar keamanan kesehatan dari risiko penularan Covid 19.

“Seperti yang kita tahu, pemerintah tentu anggarannya fokus penanganan Covid-19. Oleh karena itu, apakah cukup hanya menunda tiga bulan, menurut saya sebaiknya pilkada pada pertengahan atau akhir 2021 saja, sehingga penyelenggara bisa memikirkan metode terbaik dan pemerintah tidak terbebani anggarannya,” tuturnya.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) M. Tito Karnavian menginstruksikan pemerintah daerah (Pemda) tidak mengalihkan pendanaan hibah Pilkada 2020 untuk kegiatan lainnya.

Hal ini sambil menunggu tindak lanjut kebijakan penundaan tahapan pemungutan suara.

“Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota yang telah menganggarkan Pendanaan hibah kegiatan pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2020 tidak mengalihkan pendanaan hibahnya untuk kegiatan Iainnya,” kata Mendagri.

Mendagri mengirimkan surat nomor 270/2931/SJ tertanggal 21 April 2020 kepada kepala daerah di 270 daerah yang menggelar Pilkada 2020.

Pendanaan hibah pilkada pada anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) tahun anggaran 2020, tetap dianggarkan di Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD). (ant)