KBBI

Oleh: Jaya Suprana

DALAM suatu perbincangan asyik lewat WA dengan budayawan Sutanto yang tersohor dengan gelar Presiden Lima Gunung itu, mendadak beliau menghentikan perbincangan dengan pernyataan “Saya tak ngantar istri ke dokter gigi dulu…..Salam.”

Tertatarik
Mungkin saking bingung cari bahan pembelajaran di masa pageblug Corona, maka saya merasa tertarik pada kata “tak” yang digunakan mas Tanto dalam makna yang lebih mendekati kata “akan” atau “mau” ketimbang “tidak” atau “bukan”. Pada hakikatnya ketertarikan saya pada penggunaan kata “tak” oleh mas Tanto yang ingin mengantar istrinya ke dokter gigi adalah cukup absah. Karena kata “tak” dalam makna “mau” atau “akan” ternyata sama sekali tidak tersurat di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Menurut KBBI kata “tak” bermakna cukup banyak yaitu tidak: tak kenal maka tak sayang; tak acuh (acuh tak acuh) tidak peduli; tidak mau tahu; masa bodoh; tidak menaruh perhatian; tak segan 1 sudi; mau; suka; 2 tidak malu; 3 berani juga; tak segan-segan tidak malu-malu; tidak dengan perasaan ini itu; tidak pandang-memandang, tanpa menyentuh makna “mau” atau “akan”.

Etimologi
KBBI kurang jeli dalam mendeteksi penggunaan kata “tak” dalam makna “mau” atau “akan” yang terbukti pada kenyataan sebenarnya cukup lazim digunakan oleh masyarakat Indonesia masa kini. Termasuk generasi milineal juga asyik menggunakannya.

Sebagai insan yang hidup di lingkungan masyarakat berkebudayaan Jawa, sejak masa kanak-kanak saya mendengar ibu saya ketika jenuh menghadapi kebengalan saya kerap mengancam “Nek nakal tak jiwit!” Belajar dari bahasa ibu maka ketika berhadapan dengan terbatas teman yang lebih kecil termasuk adik, saya kerap mengancam “Tak keplak kowe!” Maka bukan berdasar penelitian etimologis namun sekadar pengamatan organoleptik empirik personal belaka, saya nekad menyimpulkan bahwa kata “tak” dalam makna “mau” atau “akan” pada hakikatnya terpengaruh bahasa Jawa.

Tak
Terlepas benar-tidaknya kesimpulan swasembada saya tersebut, demi mempertahankan citra kredibelitas serta sensitivitas KBBI sebaiknya kerabat kerja KBBI berkenan memasukkan makna kata “tak” sebagai pernyataan kehendak penggunanya dalam makna “mau” atau “akan” ke dalam daftar makna kata “tak”. Setelah saya meluruskan makna konsumerisme lewat polemik berkepanjangan tentang kelirumologi, kerabat kerja KBBI berbaik-hati menambahkan makna konsumerisme yang sebenarnya ke dalam daftar makna konsumerisme di dalam KBBI, yang semula hanya terdiri dari satu makna yang justru kaprah digunakan secara keliru oleh masyarakat berbahasa Indonesia. Karena hari sudah larut malam maka saya berhenti menulis naskah sederhana ini sampai di sini saja sambil pamit “Saya tak tidur dulu ya ….. Selamat Malam.“ (*)

* Penulis adalah pembelajar bahasa.