Kastara.id, Jakarta – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengharapkan Rancangan Undang-undang (RUU) Transaksi Tunai bisa masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR RI 2016 yang saat ini sedang dikoreksi dan selanjutnya dibahas ke DPR.

“Banyaknya suap dan tindak pidana korupsi, PPATK berharap transaksi tunai hanya dibatasi hingga Rp 100 juta. Hal itu dimaksudkan agar memudahkan PPATK menelusuri transaksi mencurigakan,” kata Kepala PPATK M Yusuf di Jakarta (26/7).

Yusuf mengatakan, dengan adanya UU tersebut, pemerintah tidak perlu mencetak uang dengan jumlah yang banyak, sehingga tidak memerlukan tempat penyimpanan yang banyak pula, atau menyediakan bahan baku dan alat angkut. Transaksi tidak dilakukan dengan tunai, tidak perlu memasukkan uang ke ATM dengan jumlah banyak, tapi semua bisa dilakukan melalui transfer.

“Bank juga mendapat fee dari transaksi, sehingga perbankan terbantu. Transaksi tersebut mudah terpantau, siapa yang mengambil untuk keperluan apa, akan mudah dilacak,” ujarnya.

Transaksi mempergunakan perbankan akan mudah ditelusuri, sehingga akan ada kerja sama yang baik antara PPATK dan KPK. Sedangkan pembatasan transaksi tunai itu untuk mempersempit ruang orang untuk melakukan korupsi. “Jadi manfaatnya sangat banyak,” katanya. (raf)