Ernst Hemingway

Oleh: Jaya Suprana

SEMULA saya tidak terlalu suka Ernst Hemingway akibat sang mahanovelis Amerika Serikat menggemari pertunjukan banteng diadu dengan manusia yang digemari masyarakat Spanyol.

Menurut saya adu banteng dengan manusia tidak sportif sebab sang banteng dikeroyok oleh para manusia yang menggunakan pedang dan tombak. Apalagi sungguh curang bahwa sang matador baru tampil setelah sang banteng kelelahan akibat dikeroyok oleh para pikador.

Namun, saya mulai suka Ernst Hemingway setelah saya berkunjung ke Havana, Kuba, di mana ternyata Hemingway sangat dihormati bahkan dianggap sebagai warga kehormatan kota Havana. Bahkan Kuba.

Havana
Di Havana dan sekitarnya pada masa kini, para turis dapat mengunjungi beberapa lokasi petilasan Ernest Hemingway yang memang sempat hidup sekitar duapuluh tahun di Kuba. Di bar legendaris La Bodequita del Medio, Hemingway kerap menikmati mojitos sementara El Floridita, bahkan memiliki sebuah patung Hemingway duduk di meja bar siap berfoto bareng para turis. Di samping patung ada foto Hemingway ketika berjumpa Fidel Castro.

Di masa lalu Hemingway kerap menghirup daiquiris di bar historis tersebut. Hotel Ambos Mundos penuh dengan foto-foto dan memorabilia Hemingway ketika mulai menulis naskah For Whom the Bell Tolls  di kamar nomor 511 dengan mesin tik yang masih berada di hotel tersebut.

Di kota Cojimar yang ditampilkan di novel The Old Man and The Sea yang perdana dimuat majalah LIFE, terdapat restoran La Terraza, di mana Hemingway kerap makan bersama Geogorio Fuentes, skipper perahu mashur Hemingway, El Pilar demi menghormati pantai Playa Pilar, Cayo Guillermo di mana Hemingway sering menangkap ikan dan disebutkan sebagai puncak kisah Islands in the Stream.

Ernst Hemingway menyelesaikan dua mahakaryanya yaitu For Whom the Bell Tolls dan The Old Man and The Sea di rumah kediamannya di Finca Vigia, 15 kilometer dari Havana yang kini menjadi museum Ernst Hemingway terbuka untuk dikunjungi para fans Ernst Hemingway.

Anugerah Nobel
Ernst Hemingway memperoleh anugerah Pullitzer kemudian Nobel sebagai penghargaan untuk mahakarya The Old Man and The Sea berkisah tentang perjuangan hidup seorang nelayan tua Kuba bernama Santiago. Nelayan tua Kuba ini berjuang mati-matian untuk menangkap seekor ikan cucut berukuran lebih panjang ketimbang perahu kecilnya. Akhirnya dengan susah payah Santiago berhasil menangkap ikan cucut raksasa itu namun dalam perjalanan pulang ke dermaga kampungnya, sang ikan cucut raksasa yang diikat di sisi perahu Santiago itu digerogoti oleh para ikan hiu sehingga habis tinggal tulang-belulangnya saja. Kisah nelayan tua menjadi makin popular setelah diangkat ke layar lebar pada tahun 1958 disutradarai John Sturges dan dibintangi oleh Spencer Tracy.

Ernst Hemingway menyatakan bahwa dirinya merasa berhutang budi kepada Kuba sebagai inspirasi naskah The Old Man and The Sea sehingga memperoleh anugerah Nobel. Maka Hemingway mempersembahkan anugrah Nobel kepada masyarakat Kuba diiringi orasi legendaris “This prize belongs to Cuba, since my works were created and conceived in Cuba!”. (*)