Marwan Cik Asan

Kastara.ID, Jakarta – Anggota Komisi XI DPR RI Marwan Cik Asan nmenyoroti laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 dan Outlook Ekonomi 2020 menjadi evaluasi terakhir untuk periode pertama Pemerintahan Presiden Joko Widodo tahun 2014-2019. Menurutnya, selama lima tahun Pemerintahan ini tidak pernah ada target capaian sesuai dengan apa yang telah disepakati Pemerintah dan DPR RI.

“Dari catatan yang saya amati, selama lima tahun pemerintahan ini, tidak pernah mencapai target pertumbuhan ekonomi yang kita sepakati. Bahkan dari paper yang Ibu (Menkeu) buat, saya lihat ada keragu-raguan. Karena ada proyeksi target ekonomi kita ada yang ditulis 5,1 persen, ada juga yang (ditulis) 5,05 persen,” kata Marwan dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beserta jajarannya, di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa (28/1).

Menurut politisi Partai Demokrat ini, banyak pengamat ekonomi yang menyatakan bahwa ekonomi Indonesia pada tahun 2019 ini mungkin pada akhirnya akan tumbuh di bawah 5 persen. Hal itu diartikan, resep-resep dan konsep-konsep ekonomi dan APBN yang kita jalankan tidak ada yang efektif dalam mencapai kesepakatan baik yang sudah disepakati di Komisi XI DPR RI, Badan Anggaran, maupun Rapat Paripurna.

“Okelah benar, keadaan global semakin tahun semakin tidak berpihak pada kita, tetapi kan ini sudah berlangsung lima tahun. Semestinya kita sudah bisa menemukan apa yang paling tepat untuk Republik ini. Kita tahu, pertumbuhan ekonomi kita lebih dari 50 persen didukung dari konsumsi, tetapi sektor ini tidak pernah jadi perhatian kita,” tandas Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini.

Lebih lanjut, Marwan menganalisa Belanja APBN 2020, yang paling besar dialokasikan untuk sejumlah sektor diantaranya Pertahanan sebanyak Rp 127 triliun, Infrastruktur sebesar Rp 120 triliun, Kepolisian Rp 90 triliun, dilanjutkan Perdagangan Rp 65 triliun. Menurutnya, yang mungkin saja berdampak langsung pada perekonomian masyarakat hanya alokasi Kementerian Sosial yang besarannya hanya mencapai Rp 60 triliun.

“Dari sini saja kita sudah tidak serius, untuk memperbaiki pertumbuhan ekonomi kita. Kita tidak pernah serius untuk meningkatkan daya belu masyarakat. Dari angka-angka yang sudah kita sepakati sebelumya di Paripurna, di situlah keseriusan kita. Kalau kita ingin ekonomi kita tumbuh, kita ingin daya beli masyarakat meningkat. Kita sudah tahulah 20 tahun terakhir, kalau mau ekonomi kita tumbuh, jaga daya beli masyarakat,” tegas Marwan.

Untuk itu, legislator dapil Lampung II itu menilai APBN sebagai salah satu stimulus yang penting untuk menjaga daya beli dan penting untuk meningkakan lapangan pekerjaan. Barulah setelahnya, diperlukan adanya program-program sosial untuk memicu daya belanja masyarakat yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Untuk itu, dirinya mengajak jajaran Kemenkeu untuk memperbaiki perekonomian dalam negeri.

“Dari 5 besar belanja Pemerintah, dimana yang akan mendorong daya beli masyarakat. Ibu adalah ekonom, mari kita perbaiki negeri ini. Kalau tidak, 5 tahun lagi kita rapat di sini tetapi hasilnya sama saja. Tidak akan pernah tercapai kesepakatan kita. Kita hanya membohongi diri sendiri dengan menyepakati angka 5,3 dan klaim daya beli meningkat, tetapi kita tidak pernah membuatnya dalam action yang nyata, yang betul-betul bergerak dan bermanfaat untuk rakyat,” pungkas Marwan. (rso)