Firman Soebagyo

Kastara.ID, Jakarta – Anggota Komisi II DPR RI Firman Soebagyo mengusulkan agar perlu bagi pemerintah untuk membedakan warna antara Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el) bagi Warga Negara Indonesia (WNI) dengan yang dimiliki oleh Warga Negara Asing (WNA). Bagi Firman, hal tersebut merupakan salah satu solusi menjawab kisruh ditemukannya seorang WNA asal China yang tinggal di Cianjur, Jawa Barat, memiliki KTP-el.

“Penerbitan KTP bagi WNA itu tidak salah pemerintah. Karena sudah diamanatkan dalam undang-undang. Namun tidak ada aturan yang secara ekplisit tentang KTP bagi WNA. Misalnya harus ada aturan yang membedakan warna dari KTP yang dimiliki WNA,” kata Firman saat menjadi pembicara dalam Dialektika Demokrasi bertema ‘Polemik E-KTP WNA, Perlukah Perppu?’ di Media Center DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (28/2).

Ia juga mendesak agar pemerintah lintas sektoral melakukan verifikasi terhadap WNA yang memiliki KTP-el tersebut. Serta minta agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menerbitkan regulasi dengan menyebutkan bahwa yang mempunyai hak pilih pada Pemilihan Umum (Pemilu) 17 April 2019 mendatang adalah WNI yang memiliki KTP-el.

Legislator Partai Golkar ini mengapresiasi pemerintah yang telah memberhentikan pembuatan KTP-el bagi WNA. Ia menambahkan, pada Pemilu yang menyisakan 49 hari lagi ini, kiranya pemerintah belum perlu mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu), karena belum cukup darurat.

“Kita harus cari solusi, spirit kita cuma satu. Mari kita sukseskan pesta demokrasi dengan hati nurani karena kita melakukan pemilihan untuk menentukan nasib bangsa,” tandas legislator dapil Jawa Tengah III itu.

Sementara itu, Ketua Pusat Studi Konstitusi Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah mengatakan, masalah KTP-el ini akan terus beruntun, mulai dari masalah korupsi, KTP-el yang tercecer, penjualan blanko, serta saat ini kesamaan warna KTP-el milik WNI dan WNA. Terkait runtutan masalah tersebut, ia menilai penting untuk segera diselesaikan bahkan dengan membuat Perppu sekalipun.

“Kegentingan seperti ini solusi menurut saya ya Perppu, meskipun dibutuhkan waktu yang cukup panjang. Tapi kan setidaknya pemerintah mengeluarkan peraturan yang menjawab pertanyaan-pertanyaan masyarakat bawah,” tambah Trubus.

Persoalan seperti ini, kata Trubus, sebenarnya ada di sistem penegakan hukum yang lemah serta pihak Kementerian Dalam Negeri tidak membuat roadmap yang jelas. “Masyarakat juga tidak pernah dilibatkan dan tidak pernah secara transparansi seperti apa mengenai KTP ini, sehingga publik bertanya-tanya,” pungkasnya. (rya)