Survei

Kastara.ID, Jakarta – Penempatan Anies Baswedan di urutan tiga oleh beberapa lembaga survei memang menimbulkan tanda tanya.

Hasil survei justru selalu menempatkan Ganjar Pranowo diurutan pertama, dan diikuti Prabowo Subianto pada urutan kedua.

Hasil survei tersebut mendapat sorotan dari Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Jakarta M Jamiluddin Ritonga.

Menurut Jamil, hasil survei tersebut memang di luar logika. Sebab, Anies selama menjadi Gubernur DKI Jakarta masih kerap berada di urutan pertama. Padahal, saat itu Anies belum melakukan kerja-kerja politik.

“Setelah Anies intens melakukan safari politik, justru elektabilitasnya melòrot dan konsisten di urutan tiga. Padahal, setiap Anies safari politik selalu dihadiri lautan manusia,” papar Jamil kepada Kastara.ID, Selasa (28/2) pagi.

Karena itu, lanjutnya, logikanya elektabilitas Anies seharusnya naik. Namun yang terjadi justru sebaliknya.

“Karena itu, menjadi wajar bila banyak anak bangsa yang meragukan hasil survei. Keraguan itu tampaknya beralasan karena memang banyak hasil survei kerap tidak sama dengan hasil pilpres atau hasil pileg atau hasil pilkada. Perbedaan hasil itu akhirnya membuat banyak banyak anak bangsa menghiraukan hasil survei,” terangnya.

Hal itu tentu memprihatinkan mengingat survei seharusnya menjadi instrumen ilmiah dalam berdemokrasi. Namun belakangan ini survei sudah menjadi instrumen bagi capres atau partai politik untuk membentuk opini publik.

“Hasil survei digunakan untuk menggiring opini masyarakat untuk meningkatkan popularitas dan elektabilitas capres atau partai politik. Di sini lembaga survei sudah menjadi partisan, sehingga dalam melakukan survei sudah mengabaikan objektifitas,” tandas pengamat yang juga mantan Dekan Fikom IISIP Jakarta.

Jadi, hasil survei sudah tidak bisa lagi dijadikan tolok ukur untuk mengetahui popularitas dan elektabilitas capres dan partai politik. “Hasil survei tersebut justru digunakan untuk perang opini untuk mempengaruhi masyarakat,” pungkas Jamil. (dwi)