BPJS Kesehatan

Kastara.ID, Jakarta – Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Ardan Adiperdana mengatakan kondisi keuangan Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan masih belum sehat. Arus keuangan BPJS Kesehatan masih tidak seimbang antara pendapatan yang berasal dari iuran dan pengeluaran yang digunakan untuk pelayanan kesehatan.

Saat mengikuti rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR, Senin (27/5), Ardan menyebut keuangan BPJS Kesehatan dalam membiayai program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) selalu tekor. Pasalnya pendapatan masih lebih kecil dibandingkan pengeluaran.

Ardan menambahkan, ketidakseimbangan antara pendapatan iuran dan pengeluaran untuk pelayanan ada pada segmen Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) atau pekerja mandiri, Bukan Pekerja, dan peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang dibiayai oleh APBD.

BPKP membandingkan proporsi persentase antara jumlah peserta, iuran, dan klaim yang dibayarkan. Untuk segmen PBPU dengan jumlah peserta mencapai 15 persen dari keseluruhan peserta hanya membayar iuran 11 persen dari seluruh pendapatan. Namun penggunaan manfaat pelayanannya mencapai 31 persen.

Untuk segmen peserta Bukan Pekerja jumlah pesertanya sebanyak dua persen dan tingkat kolektibilitas iuran dua persen. Namun pemanfaatan layanan mencapai dua persen. Sedangkan untuk segmen PBI yang dibiayai APBD sebanyak 14 persen dari keseluruhan peserta hanya membayar iuran delapan persen namun pemanfaatan layanan mencapai 10 persen.

Sementara itu Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan, saat ini besaran iuran tidak sesuai dengan nilai aktuaria. Seandainya seluruh peserta membayar iuran, menurut Fachmi keuangan BPJS Kesehatan akan tetap defisit.

Fachmi menyebut secara keseluruhan pendapatan BPJS Kesehatan dari berbagai sumber sebesar Rp 93,45 triliun. Sedangkan beban pengeluaran sebesar Rp 104,73 triliun. Pada 2018 BPJS Kesehatan defisit sebesar Rp 9,15 triliun. (rya)