Tri Nuke Pudjiastuti LIPI
Kastara.id, Jakarta – Rancangan Undang-undang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (RUU Sisnas-Iptek) diharapkan dapat mengembangkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sehingga memiliki daya saing di kancah Internasional. Hal ini dikatakan Anggota Komite III DPD RI Abraham Liyanto dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan para peneliti membahas RUU Sisnas-Iptek di Komplek Parlemen, Senayan, Senin (28/7).
Abraham menilai, keberpihakan negara terhadap pengembangan SDM sangat minim. Dibandingkan dengan negara lain, kualitas SDM Indonesia jauh tertinggal. Hal ini menurutnya, karena negara lain sudah sejak lama fokus pada pengembangan SDMnya.
“Contohnya Korea Selatan dengan Indonesia. Keduanya merdeka pada tahun yang sama hanya berbeda dua hari, tapi dalam urusan IPTEK seperti langit dan bumi. Kenapa terjadi? Karena mulai dari awal kemerdekaan, Korea sudah fokus dalam pengembangan SDM-nya, sementara kita sibuk memanfaatkan potensi SDA,” ujarnya.
Selain itu, senator Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) ini berharap dengan adanya RUU Sisnas Iptek, dapat memperbaiki mekanisme penyediaan data yang valid sehingga berbagai pihak termasuk pemerintah dapat menjalankan program dan kegiatan dengat tepat sasaran.
“Banyak pihak bicara dan bekerja berdasarkan data yang ngasal, tidak valid. Termasuk para pejabat, bicara kepada publik menggunakan data yang ga akurat. Ini kelemahan kita dan harus segera dibangun sistem yang merapihkan semua komponen, sehingga kita akan melesat untuk aspek iptek,” katanya.
Senada dengan Abraham, Abdurrahman Abubakar Bahmid dari Gorontalo menilai perlu ada aturan yang secara jelas mengatur agar penelitian yang dihasilkan tidak sekedar mengulang apalagi meniru peneliti dari luar negeri.
Sementara Ketua Komite III DPD RI Fahira Idris mempertanyakan perlunya sanksi bagi para peneliti yang mendapatkan anggaran penelitian namun penelitian dilakukan oleh orang lain, seperti mahasiswa didiknya.
Pada kesempatan RDP itu, Deputi Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan LIPI Tri Nuke Pudjiastuti menjelaskan, Iptek memiliki peranan penting untuk meminimalisir permasalahan sosial. Ia mengusulkan agar setiap wilayah yang memiliki lembaga penelitian, sebaiknya konsentrasi atau setidaknya memprioritaskan pada isu sosial yang terjadi di lingkungannya. Setiap kelompok peneliti hendaknya membangun jejaring dengan peneliti daerah lain sehingga terjadi sinergi dan menghasilkan mosaik informasi yang luar biasa.
“Saya pernah kumpulkan peneliti dari beberapa daerah yang fokus meneliti disaster, ternyata hasil penelitian mereka semua sama. Itu pemborosan, seharusnya ada sinergi antar lembaga penelitian, sehingga tidak terjadi pengulangan. Untuk itu perlu sistem baru yang memastikan setiap lembaga peneliti memiliki fokus penelitian yang berbeda-beda dan tidak lagi ada pengulangan isu penelitian,” ujar Tri.
Hal lain yang perlu dikritisi adalah perlu diaturnya hubungan antara lembaga iptek, pemerintah dan industri untuk memastikan bahwa hasil penelitian tidak hanya sampai pada uji coba, tetapi sampai pada tahap layak guna.
Penetapan indikator dan iptek juga harus jelas, bukan sekedar kejelasan program dan kegiatan. Setiap program yang memiliki target jelas, maka pendanaan juga akan terarah dan berkesinambungan.
Tak hanya itu, Tri pun menilai perlu ada aturan agar kaidah dan etika iptek ditetapkan dan ditegakkan  oleh organisasi profesi iptek terkait. “Etika peneliti harus dijunjung tinggi. Perlu ada yang mengawasi bahwa lembaga iptek itu bukan broker, tetapi pelaku iptek,” katanya.
Sementara itu, peneliti dari Badan Tenaga Nuklir Nasional, Rohadi Awaludin mengatakan, teknologi dapat memainkan peran untuk meningkatkan daya saing jika ditopang oleh sebuah sistem inovasi yang kuat.
“Persoalannya sekarang bagaimana membuat sebuah invensi atau temuan menjadi sebuah inovasi yang memberikan kemanfaatan ekonomi dan sosial untuk masyarakat. Ini yang perlu mendapat perhatian bersama,” ujar Rohadi.
Untuk membangun sistem inovasi, ujung tombaknya adalah industri. Saat ini, Indonesia lemah dalam sektor industri sehingga banyak penelitian yang tidak dapat sampai ke masyarakat karena tidak didukung oleh sektor industri.
“RUU yang baru perlu mengamanatkan agar pemerintah lebih kuat menarik industri dalam kegiatan litbang melalui peningkatan technological opportunity dan appropriability,” kata Rohadi. (npm)