Toleransi

Kastara.id, Bandung – Duta Besar Inggris untuk Indonesia Moazzam Malik mengaku kagum dengan masyarakat Indonesia. Empat tahun bertugas di Indonesia, Moazzam menilai banyak mendapat inspirasi dalam kehidupan keagaman.

Ada nilai lebih, kata Moazzam, yang didapat di Indonesia sepanjang pengalamannya sebagai duta besar. Sebelumnya Moazzam pernah bertugas di Asia Selatan, Timur Tengah, dan Afrika Timur. Dia berpengalaman di banyak negara muslim dunia, termasuk pengalaman keterlibatannya dalan kegiatan muslim di negaranya, Inggris.

“Dibanding seluruhnya, Indonesia lebih berhasil untuk menjaga toleransi, pluralisme, dan kebersamaan antara kelompok-kelompok agama,” terang Moazzam Malik saat berbicara pada Semiloka Pengayaan Wacana Agama dan Keberagamaan “Rukun, Ragam, Sepadan”, di Bandung, Rabu (28/11).

Kegiatan ini hasil kerja sama Balai Diklat Keagamaan Bandung Kementerian Agama dengan Indonesian Consortium for Religious Studies (ICRS), British Council, dan British Embassy Jakarta.

Semiloka berlangsung di Balai Diklat Keagaman Bandung, 27-29 November 2018. Kegiatan ini diikuti 120 peserta, terdiri dari dosen, penyuluh agama, pegiat agama, widyaiswara, serta pengawas Pendidikan Agama Islam dan pengawas madrasah.

Kegiatan ini dibuka Menag Lukman Hakim Saifuddin. Tampak hadir Direktur ICRS Dicky Sofjan, Country Directur British Council Paul Smith OBE, Rektor UIN Bandung Mahmud, Kepala Pusdiklat Tenaga Teknis Kemenag Saerozi, Kakanwil Kemenag Jawa Barat A Bukhori, serta Kepala Balai Diklat Keagamaan Bandung.

“Meski Indonesia sangat berhasil, perjuangan harus terus dilakukan karena tantangan yang dihadapi dunia juga sampai di Indonesia,” lanjut Moazzam.

Menurut Moazzam, di negara muslim dunia, ada banyak tantangan, konflik, tren ekstremisme dan radikalisme. Ini harus juga menjadi perhatian Indonesia. Apalagi dalam beberapa tahun terakhir terjadi beberapa peristiwa yang bisa mengganggu toleransi di negeri ini.

“Umat muslim dunia perlu contoh yang bisa menginspirasi. Dan sebagai negara besar keempat dunia dengan penduduk terbesar muslim, negara demokrasi dengan ekonomi maju yang diperkirakan masuk 10 besar dunia pada 2030, maka Indonesia satu satunya negara yang bisa menjadi inspirasi umat muslim dunia,” tutur Moazzam.

Moazzam menambahkan bahwa semiloka ini menjadi bagian dari usaha kecil untuk ikut merawat toleransi di Indonesia. “Meski usaha kecil, tapi tujuan dan harapannya besar,” ujar Moazzam.

Sebelumnya, Direktur ICRS Dicky Sofjan mengatakan bahwa acara ini menjadi bagian kerja sama antara ICRS dengan Balai Diklat Keagamaan. ICRS merupakan konsorsium aktivis kajian keagamaan dari UGM, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan Universitas Kristen Duta Wacana. Sinergi ini sudah berlangsung lima tahun, baik dalam penelitian maupun semiloka.

“Khusus program religious literacy (penguatan wacana keagamaan), kami bekerja sama juga dengan Dubes Inggris. Saat ini sudah memasuki fase kedua. Kami sudah melakukan ToT, melakukan lokakarya di 6 kota, melibatkan 600 peserta, terdiri dari dosen agama,  ormas keagamaan dan juga organisasi kepemudaan,” katanya.

“Kami latih mereka untuk berfikir tentang beragama. Belajar tentang beragama, bukan belajar agama,” sambungnya.

ICRS, lanjut Dicky, juga sudah menyerahkan modul empat materi kepada Balai Diklat Keagamaan. Keempat modul itu bertemakan: Agama dan Kita, Agama dan Masyarkat,  Agama dan Negara, serta Agana dan Mayangkara atau Internet. (put)