PLTS Rooftop

Kastara.ID, Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menegaskan bahwa jual-beli hasil listrik dari tenaga surya atap (rooftop) harus didasarkan pada asas berkeadilan sehingga tidak merugikan kedua belah pihak, baik penjual (konsumen yang memasang rooftop) maupun PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Keadilan ini harus berdasarkan dua komponen pembentuk dalam penentuan harga jual listrik, yaitu pembangkit dan distribusi. Atas pertimbangan tersebut, Jonan menilai perhitungan aturan jual beli energi listrik oleh pelanggan PLTS Atap ke PLN sebesar 65% sudah cukup adil bagi keduanya.

“Saya bilang ini fair karena kalau kita memakai pembangkit listrik tenaga surya di rumah, istilahnya gini, jual listrik dari konsumen ke PLN pakai kabelnya siapa? Kan pakai jaringan transmisi dan distribusinya PLN, gardu induknya juga PLN. Konsumen hanya pembangkit saja,” kata Jonan di Jakarta, Rabu (28/11).

Jonan membeberkan rincian biaya untuk elektrifikasi umumnya yaitu 2/3 digunakan untuk biaya pembangkit, sementara 1/3 lainnya biaya jaringan sebesar sepertiga dari total biaya elektrifikasi. “Biasanya rule of thumb-nya gini di Indonesia, termasuk susut jaringan. Kalau misalnya di Indonesia Timur bisa juga separuh untuk pembangkit, separuh untuk jaringan atau bisa dua kali lebih besar,” jelasnya.

Melihat biaya investasi yang semakin murah tersebut, Jonan pun optimis PLTS Rooftop bakal menjadi bisnis yang menjanjikan bagi sektor ESDM. “PLTS Rooftop ini saya yakin akan tumbuh besar karena harganya makin lama makin murah,” ujar Jonan.

Sebagaimana informasi, pemerintah baru saja mengeluarkan regulasi anyar terkait Penggunaan Tenaga Surya Atap oleh Konsumen PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) melalui Peraturan Menteri (Permen ESDM) Nomor 49 Tahun 2018.

Aturan ini diterbitkan sebagai usaha pemerintah mengakomodasi peran masyarakat dalam pencegahan perubahan iklim (global warming). Di samping itu, regulasi ini juga digunakan untuk mempercepat peningkatan pemanfaatan energi baru terbarukan demi mencapai bauran energi sebesar 23% pada tahun 2025.

PLTS atap yang dimaksud dalam Permen ini adalah pembangkitan tenaga listrik menggunakan modul fotovoltaik yang dipasang dan diletakkan pada atap, dinding, atau bagian lain dari bangunan milik konsumen PT PLN (Persero) serta menyalurkan energi listrik melalui sistem sambungan listrik konsumen PT PLN (Persero).

Sistem PLTS atap meliputi modul surya, inverter, sambungan listrik, sistem pengaman, dan meter kWh ekspor-impor. Sesuai Permen ESDM nomor 49/2018 tersebut, kapasitas sistem PLTS atap yang diperbolehkan paling tinggi 100% dari daya tersambung konsumen PLN. Misalnya, sambungan rumah tangga terpasang 1.300 VA, maka maksimal PLTS atap yang dipasang adalah 1.300 VA.

Adapun perhitungan ekspor energi PLTS atap dihitung berdasarkan nilai kWh ekspor yang tercatat pada meter kWh ekspor-impor dikalikan 65% tarif listrik. Perhitungan ini dilakukan setiap bulan berdasarkan selisih antara nilai kWh impor dengan kWh ekspor. (mar)