RUU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah

Kastara.ID, Jakarta – Rapat Paripurna DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah menjadi Undang-Undang (UU). Rapat Paripurna dipimpin Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto.

Mewakili Pemerintah, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengucapkan terima kasih dan apresiasi kepada pimpinan dan anggota DPR, serta semua pihak yang telah mendukung penyelesaian RUU tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

“Undang-Undang pada hakikatnya adalah hukum positif yang dilahirkan melalui proses politik yang dibuat dalam rangka melaksanakan konstitusi,” kata Menag (28/3).

“Tetapi karena penyelenggaraan ibadah haji dan umrah memiliki kompleksitas dan karakteristik permasalahan yang berbeda-beda dari tahun ke tahun, penyelenggaraannya wajib menyesuaikan dengan perkembangan sosial masyarakat yang ada,” lanjut Menag.

Menurut Menag, semangat yang muncul dalam pembahasan RUU ini menunjukkan besarnya kepedulian dan perhatian para wakil rakyat dan wakil pemerintah terhadap Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Semua pihak merasakan perlunya peningkatan aspek pembinaan, pelayanan, dan perlindungan terhadap jemaah haji Indonesia.

Selama ini, penyelenggaraan haji di Indonesia berpedoman pada Undang-Undang Nomor 13 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji berikut peraturan pelaksanaannya. Menag menilai ada sejumlah kekurangan regulasi di tengah kompleksitas upaya meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji dan umrah.

Permasalahan tersebut, antara lain terkait regulasi yang mengatur prioritas kuota bagi jemaah haji lanjut usia, pelimpahan nomor porsi bagi jemaah haji meninggal dunia atau sakit permanen, pembatasan pendaftaran haji bagi jemaah haji yang telah menunaikan ibadah haji sehingga menghalangi pendaftaran bagi warga negara yang belum pernah menunaikan ibadah haji, pemberian pelayanan khusus bagi penyandang disabilitas, jenis, waktu, dan dasar pembagian dan pengisian kuota haji Indonesia.

Begitu juga dengan ketegasan dan kejelasan kapan waktu pembahasan dan kapan waktu pengesahan BPIH, visa Haji di Luar Kuota Haji Indonesia dan yang berhak sebagai penyelenggaranya, klasifikasi dan jenis petugas, terutama petugas haji daerah, klasifikasi dan jenis pengawas dalam penyelenggaraan ibadah haji, klasifikasi dan jenis pelindungan bagi jemaah haji, kelompok bimbingan ibadah haji dan umrah, serta penyelenggaraan ibadah haji khusus dan penyelenggaraan ibadah umrah.

“Sekali lagi, atas nama Pemerintah kami mengucapkan terima kasih dan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada pimpinan dan anggota DPR, serta semua pihak yang telah mendukung pelaksanaan tugas kita bersama dalam menyelesaikan Rancangan Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah,” tandas Menag.

Ketua Komisi VIII DPR RI Ali Taher dalam laporannya di Sidang Paripurna mengatakan, sesuai mandat yang diberikan oleh Badan Musyawarah DPR RI kepada Komisi VIII DPR RI, Pembicaraan Tingkat I dimulai dengan Rapat Kerja pada tanggal 3 Oktober 2016, dan sekaligus membentuk Panja yang ditugaskan melakukan pembahasan keseluruhan DIM RUU.

“Kiranya sudah cukup lama, hambir selama 3 tahun Panja melakukan rapat pembahasan yang ditugaskan Rapat Kerja,” kata Ali Taher.

Ia menambahkan, Komisi VIII DPR RI dalam proses menyusun RUU tentang Penyelenggaraan Ibadah haji dan Umrah proaktif dan responsif dengan melibatkan partisipasi masyarakat dan pemangku kepentingan terkait.

Proses penyusunan RUU tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah berlangsung dinamis. Setelah dilakukan pembahasan oleh Panja Komisi VIII DPR RI dan Panja Pemerintah secara umum struktur RUU terdiri 14 Bab dan 132 Pasal. Di antaranya meliputi: ketentuan umum, penyelenggaran haji reguler, biaya penyelenggaraan ibadah haji, penyelenggaraan ibadah haji khusus, umrah, peran serta masyarakat dan ketentuan lainnya. (put)