Basuki Hadimuljono

Kastara.ID, Jakarta – Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono sangat menyesalkan dan terkejut atas terjadinya peristiwa Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap pegawai Kementerian PUPR, pada hari Jumat (28/12).

“Saya sangat menyesalkan dan terkejut mengetahui peristiwa tersebut di tengah upaya kami menjalankan amanah pembangunan infrastruktur dengan sebaik-baiknya. Berdasarkan informasi yang kami terima melalui media online, ada anggota kami di bidang air minum yang berkantor di Pejompongan yang terkena OTT. Siapa dan terkait pekerjaan apa, serta berapa jumlah pegawai, kami belum tahu. Saya menugaskan Inspektur Jenderal untuk datang ke KPK untuk memperoleh informasi lebih lanjut,” jelas Menteri Basuki kepada media, Jumat malam (28/12).

Menteri Basuki menjelaskan Kementerian PUPR diserahi amanah dan tanggungjawab untuk membangun infrastruktur di seluruh pelosok di tanah air yang bersumber dari dana APBN. Besaran anggaran belanja infrastruktur di Kementerian PUPR tahun 2014-2018 berkisar antara 80 hingga lebih dari 100 triliun rupiah. Setiap tahunnya, jumlah paket pekerjaan yang dilelang oleh Kementerian PUPR berkisar antara 10.000 hingga 11.000 paket yang diikuti oleh kontraktor dan konsultan selaku penyedia jasa.

Pada tahun 2018, 78% atau senilai Rp 88,4 triliun dari total anggaran Kementerian PUPR Rp 113,7 triliun, merupakan kegiatan kontraktual (belanja modal) yang terbagi ke dalam 10.715 paket kegiatan konstruksi maupun konsultansi. Terhadap paket kontraktual tersebut dilakukan pengadaan barang dan jasa oleh Kelompok Kerja (Pokja) yang berjumlah 888 Pokja dengan jumlah anggota 2.483 orang.

Belanja anggaran dilaksanakan oleh Satuan Kerja (Satker) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sebagai penanggung jawab kegiatan yang berada di Kantor Pusat dan Kantor Balai dengan jumlah sebanyak 1.165 Satker dan 2.904 PPK yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Mekanisme pengadaan barang dan jasa di Kementerian PUPR mengacu pada beberapa peraturan perundang-undangan antara lain Perpres No 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Peraturan LKPP No 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia, Peraturan LKPP No 7 Tahun 2018 tentang Pedoman Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dan Permen PUPR No. 31/PRT/M/2015 tentang Perubahan Ketiga Atas Permen PU No 07/PRT/M/2011 Tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi.

Dalam proses pengadaan barang dan jasa hingga pelaksanaannya, Kementerian PUPR senantiasa didampingi dan diawasi secara internal oleh Inspektorat Jenderal, serta secara eksternal oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP), Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP), dan Tim Pengawal dan Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan di Pusat dan Daerah (TP4P/D) Kejaksaan Agung/Tinggi/Negeri.

Selain itu, Kementerian PUPR juga terus bekerja sama dengan asosiasi yang menjadi wadah organisasi kontraktor dan konsultan untuk penyelenggaraan pengadaan barang dan jasa yang akuntabel, transparan, dan tertib.

Pada setiap proses pelelangan terjadi kompetisi yang ketat antar penyedia jasa sehingga sangat rentan terhadap praktik-praktik tercela, baik yang dilakukan secara sepihak oleh penyedia jasa, maupun yang melibatkan penyedia jasa dan unsur Satker, PPK, dan Pokja.

Sebagai langkah pencegahan bagi para pelaksana kegiatan dari unsur Satker, PPK, dan Pokja, Kementerian PUPR telah menerapkan mekanisme pengawasan ketat dan berjenjang mulai tahap pelelangan hingga pelaksanaan paket-paket kontraktual. Dalam berbagai Rakor/Raker yang bersifat khusus, atau dalam kesempatan lainnya, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menekankan pentingnya untuk menghindari perilaku koruptif dalam rangka menjaga kredibilitas dan kepercayaan masyarakat terhadap Kementerian PUPR. (mar)