Ngapak

Oleh: Jaya Suprana

IBUNDA saya, Lily Suprana, dilahirkan di Kota Banyumas. Sejak masa kanak-kanak, saya gembira apabila mendengar Ibu Lily bicara dalam bahasa Banyumasan yang menurut saya sangat jenaka, sebab mirip bahasa Jawa namun beda dalam lebih banyak menggunakan lafal A, I, dan E ketimbang O.

Dalam ikhtiar mempelajari humorologi saya juga senantiasa tertarik kepada lelucon yang ngapak menggunakan bahasa Banyumasan. Kebetulan mahaguru kemanusiaan saya, Sandyawan Sumardi dilahirkan di Jeneponto namun kemudian sempat lama bermukim bersama keluarga ayah beliau yang polisi kemudian bertugas di Banjarnegara, maka juga mahir ngapak berbahasa Banyumasan. Pak Sandy berbaik hati berbagi sebuah kisah humor ngapak kelas langitan dalam bahasa Banyumasan sebagai berikut.

Ngapak
(Maaf terjemahan ke bahasa Indonesia diterakan di dalam tanda kurung meski tentu dengan risiko kehilangan sukma kejenakaan asli bahasa Banyumasan).

Sambil makan bersama suami di sebuah rumah makan, seorang perempuan asyik ngobrol dengan suaminya.

Istri: “Kowe ora lenjehan, mbok?” (“Kamu tidak genit, kan?”).

Suami: “Ya oralah, mak Lenjeng karo sapa?” (“Ya enggaklah, bu Genit dengan siapa?”).

Istri: “Ya mbok. Wong ana sing ngomong. Bapake jalan karo cewek.” (“Ya siapa tau. Soalnya ada yang bilang. Bapak jalan dengan cewek..”)

Suami: “Ya oralah. Kuwe kan jereng. Je karo reng..” (“Ya enggaklah. Itu kan jereng. Je dan reng”).

Istri: “Awas lho ya, aja ngelombo…! Mek ngelombo, tak ajar!” (“Awas lho ya. Jangan bohong. Kalau bohong gua hajar!”).

Suami: “Ya uwis mak. Kuwe dientengna. Njaluk madang nang restoran ora dientengna.!“. (“Ya sudah bu, itu dihabiskan. Minta makan di restoran, nggak dihabiskan”).

Sambil berhenti makan, suami mengambil sebatang rokok untuk merokok. Adegan seterusnya ada seorang perempuan cantik yang masuk ke ruangan warung. Mata si bapak spontan terbelalak menyaksikan perempuan cantik sendirian itu.

Istri: “Kuwe kan nembe bae diomongi!” (“Itu kan. Baru saja dibilangi!”).

Suami: “Ora mak.

Istri: “Ora, ora. Awas bae nek plirak-plirik maning ya!” (Engak, enggak. Awas kalau melirik-lirik lagi ya..!”).

Sang bapak untuk menutupi kegugupannya dengan makin kencang merokok.

Hamil
Kemudian perempuan yang semula duduk persis di seberang depan suami istri itu memandangi si bapak.

Tiba-tiba sang perempuan berdiri lalu menghampiri si bapak, sambil berkata: “Mas, inyong meteng!” (“Mas aku hamil!”) Kontan mata sang istri terbelalak dan sang suami terkejut bak disambar petir.

Istri: “Apa, coba dibaleni, rika mau ngomong apa mau?” (“Apa, coba diulang, kamu omong apa tadi?”).

Perempuan muda itu mengulang: “Mas inyong meteng!” (Mas aku hamil!”).

Istri: “Oh dadi kaya kuwe ya..!”. (“Oh jadi begitu ya..!”).

Kemarahanya memuncak, dan langsung si istri mengambil segelas air minumannya, dan menggebyur wajah sang suami tanpa ampun, sambil berkata: “Jarene ora lenjeh, dengka malah metengi uwong..!” (“Katanya tidak genit, kok malah menghamili orang!”) “Kowe barang, dadi wadon ka geleman..!” (“Kamu juga, jadi perempuan kok mauan!”)

Perempuan cantik: “Sabar mbak. Deneng kaya kuwe..?!” (“Sabar mbak. Kok begitu sih?!)

Istri: “Lho kan jarene mau meteng..?!” (Lho kan katanya tadi hamil…?!)

Perempuan muda: “Iya nyong lagi meteng. Dadi nyong njaluk mase aja udut nang ngarepe inyong!” (“Iya aku sedang hamil. Jadi aku minta pada masnya jangan merokok di depan saya!).

Gubraaaak! (*)

* Penulis adalah pendiri Perhimpunan Pencinta Humor dan penulis buku Humorologi serta pembelajar kebudayaan.