Ambulans PCR

Kastara.ID, Jakarta – Koordinator Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Jawa Timur Rumpun Logistik, Subhan Wahyudiono akhirnya angkat bicara terkait kemarahan Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini. Subhan menilai telah terjadi salah paham perihal bantuan mobil PCR yang disebut Risma telah diserobot.

Saat menggelar konferensi pers di Gedung Negara Grahadi Surabaya (29/5), Subhan menjelaskan, sebenarnya pihaknya sudah meminta bantuan ke Gugus Tugas Percepatan Covid-19 pusat sejak Senin (11/5) lalu. Permohonan yang diminta berupa dukungan percepatan penegakan diagnosis Covid-19. Subhan menyebut Gugus Tugas Jatim meminta bantuan 15 unit mobil PCR.

Menurut Subhan, permohonan tersebut langsung direspons Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dengan menelpon Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo dan Pangdam Brawijaya Mayjen TNI Widodo Iryansyah. Hasilnya diperoleh informasi, mobil PCR akan segera dikirim dan tiba di Surabaya pada Rabu (27/5).

Bantuan yang diperkirakan sampai jam 04.00 WIB itu akan langsung beroperasi di RS Lapangan, Jalan Indrapura. Selanjutnya, mobil itu akan beroperasi di Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA) mengerjakan 200 sampel dan di Asrama Haji, Sukolilo 100 sampel. Sedangkan surat permohonan mobil PCR dari Risma, menurut Subhan baru diterima Gugus Tugas pada Jumat (22/5). Subhan menyebut, pihaknya belum sempat menjawab surat tersebut lantaran daerah lain sudah memesannya terlebih dahulu. Namun Risma sudah terlebih dahulu marah dan meluapkan emosinya.

Hingga akhirnya video kemarahan Wali Kota Surabaya itu tersebar di dunia maya. Subhan menuturkan, pada Kamis (28/5), mobil PCR sudah bergerak ke Kabupaten Sidoarjo dan Lamongan guna melakukan hal yang sama. Subhan menegaskan, mobil PCR bukan hanya untuk Kota Surabaya melainkan juga daerah lain di Jatim yang juga membutuhkan. Ia mencontohkan Kabupaten Tulungagung yang memiliki jumlah pasien dalam pengawasan (PDP) terbanyak kedua di Jatim setelah Surabaya. Jumlah PDP di Tulungagung tercatat sebanyak 558 orang, 172 diantaranya meninggal dunia.

Itulah sebabnya mengapa Surabaya belum bisa menggunakan mobil PCR. Pasalnya menurut Subhan mobil laboraturium itu harus berkeliling ke daerah yang membutuhkan. Terlebih daerah lain telah lebih dulu mengajukan dan kapasitas swab yang harus ditangani menumpuk sangat banyak. (ant)