NenoAksi massa di Bandara Hang Nadim, Batam (29/7), yang berupaya menghadang kehadiran Neno Wariswan untuk melakukan Deklarasi Gerakan 2019 Ganti Presiden. (Youtube)

Kastara.id, Jakarta – Ketua Komite III DPD RI Fahira Idris mengecam aksi penghadangan disertai ancaman yang diterima aktivis Gerakan 2019 Ganti Presiden Neno Warisman di Bandara Hang Nadim, Batam. Aksi yang bertujuan untuk menghalangi dan menggagalkan Deklarasi Gerakan 2019 Ganti Presiden di Kota Batam ini dinilai mencederai demokrasi, melanggar peraturan, dan meruntuhkan wibawa negara karena dilakukan di obyek vital yang harusnya dilindungi dari gangguan keamanan.

“Bagi saya kejadian ini memalukan. Ini (penghadangan di bandara kepada tokoh yang kritis terhadap pemerintah) bukan kali pertama terjadi. Saya harap Presiden Jokowi aware terhadap kasus ini dan mengultimatum pendukungnya untuk stop menghadang tokoh-tokoh yang kritis. Kejadian seperti ini malah merugikan Presiden sendiri,” tukas Fahira Idris, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta (30/7).

Senator atau Anggota DPD DKI Jakarta ini mengkhawatirkan ada paradigma yang keliru di benak para pendukung Jokowi bahwa jika ada tokoh yang mengkritik pemerintahan atau ada gerakan yang menyuarakan mengganti Presiden secara konstitusional lewat Pemilu 2019 adalah bentuk atau sikap anti Pancasila dan NKRI, radikal, bahkan dianggap penyebar SARA dan kebencian. Padahal, kritik dan Gerakan 2019 ganti presiden sebuah hal yang biasa dalam negara demokrasi, bahkan dilindungi undang-undang.

“Saya khawatir paradigma ini yang ada di benak orang-orang yang menghadang Mbak Neno di Batam kemarin. Karena merasa membela Presiden dan menganggap yang mereka hadang orang yang anti NKRI, mereka merasa sah-sah saja demo dan melakukan penghadangan di bandara. Ini kan bentuk kegagalan berpikir. Makanya presiden harus ultimatum pendukungnya,” tegas Fahira.

Menurut Fahira, Gerakan 2019 Ganti Presiden secara konstitusional adalah sebuah bentuk kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat yang dilindungi konstitusi. Penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu) sendiri sudah menyatakan tidak ada aturan yang dilanggar dari gerakan ini.

“Otak dan pelaku penghadangan di bandara ini harus dihadapkan di depan hukum. Karena jika tidak, saya yakin kejadian demo dan penghadangan di bandara yang menurut peraturan dilarang akan kembali terulang. Mengaku berpancasila, namun yang mereka lakukan melanggar peraturan dan jauh dari nilai-nilai Pancasila,” pungkas Fahira. (put)