Oleh: Muhammad AS Hikam

Kenapa rakyat Indonesia susah diajak Pemerintah untuk menjalankan kewajiban sebagai warganegara, khususnya ikut program pengampunan pajak (tax amnesty)? Salah satu jawabannya yang sangat sederhana adalah karena petinggi pemerintahnya tidak punya nyali untuk memberi teladan dengan mengikuti tax amnesty dan dengan segala macam dalih membela diri.

Simak omongan Wapres Jusuf Kalla merespon usulan agar para pejabat publik didesak ikut tax amnesty. JK mengatakan tidak sependapat dengan usulan tersebut dengan alasan “kelompok yang paling banyak menyimpan harta di luar negeri untuk menghindari pembayaran pajak selama ini datang dari pengusaha-pengusaha besar.”

Omongan ini jelas aneh, dan yang lebih penting lagi, kontradiktif dengan informasi resmi mengenai tax amnesty yang mengatakan bahwa sasaran tax amnesty adalah semua wajib pajak (WP). Jika demikian, logikanya adalah semua pihak termasuk para pejabat publik adalah sasaran! Anehnya, ketika pejabat publik diminta untuk memberi suri tauladan agar rakyat juga mengikuti program tax amnesty, justru JK petinggi negeri ini yang mencoba berkelit dan mbulet. Di satu pihak JK mengakui bahwa “Undang-Undang Tax Amnesty pada dasarnya berlaku bagi semua pihak, termasuk penyelenggara negara,” namun di pihak lain ia mengatakan bahwa tujuan utama undang-undang tersebut dibuat adalah untuk menyasar sektor swasta. Karena itu, masih kata JK, “Justru yang harus dicontoh pengusaha-pengusaha besar. Itu dulu kita dorong itu, yang kita tahu asetnya berapa di Forbes, tapi pajaknya cuma sekian.”

Kalau memang pemerintah maunya membidik para pengusaha besar yang belum mau bayar pajak, ya terang–terangan saja, tak perlu mbulet, menyatakannya dalam pasal-pasal UU tax amnesty. Ketidakjelasan itulah yang membuat multitafsir yang berpotensi kegaduhan dan implikasi politiknya akan sangat serius bagi Pemerintah Presiden Joko Widodo. Agar rakyat tidak semakin bingung, usulan agar pejabat publik didesak mengikuti tax amnesty, saya kira bagus, karena bisa menjadi salah satu alat meredam kontroversi di masyarakat. Dan tentu saja yang memulai adalah para pejabat negara dari yang paling atas, termasuk JK.

Sebagai tambahan, jikalau memang pemerintah ingin tax amnesty sukses, maka salah satu syarat utamanya adalah para pejabat negara yang terkait dengan program tersebut, mulai dari paling atas dan paling bawah, agar tidak omong yang berpotensi membingungkan. Karena hasilnya adalah polemik berkepanjangan dan kontroversi di ranah publik. Bukannya target tax amnesty Rp 165 triliun yang didapat, tetapi kebingungan dan kegaduhan di dalam masyarakat! (*)