Kenosha(AP Photo/David Goldman)

Oleh: Jaya Suprana

AKIBAT terlalu galau akibat prihatin menerima kiriman video adegan penembakan tujuh kali oleh polisi kota Kenosha, Wisconsin, Amerika Serikat, terhadap Jacob Blake, maka saya memang tidak mengetahui perkembangan kondisi Jacob Blake yang saya duga telah meninggal dunia. Ternyata JB segera dibawa ambulans ke rumah sakit sehingga berhasil diselamatkan nyawanya meski dikhawatirkan akan lumpuh seumur hidupnya.

Dua Korban Nyawa
Setelah tragedi penembakan JB, meledaklah unjuk protes di Kenosha sehingga Gedung Putih mengirimkan Garda Nasional demi menjaga jangan sampai kemelut ungkapan amarah rakyat makin merebak sehingga merusak infra struktur masyarakat umum Amerika Serikat.

Mujur tak bisa diraih, nahas tak bisa ditolak ternyata demo protes menimbulkan dampak lebih destruktif lagi di mana dua warga tertembak mati. Korban berusia 26 tahun dari Silver Lake, Wisconsin, dan berusia 36 tahun dari Kenosha.

Polisi mengidentifikasi tersangka bernama Kyle Rittenhouse (17) dan berasal dari Antioch, Illinois. Kepala polisi Phillip L Perlini mengatakan, tersangka penembakan yang menewaskan dua demonstran itu adalah mantan Youth Police Cadet di divisi keamanan umum.

Tersangka ditangkap pada Rabu, 26 Agustus 2020, dan didakwa melakukan pembunuhan tingkat pertama yang disengaja, kata polisi Antioch dalam siaran pers yang dikutip CNN.

Penembakan terjadi di tengah aksi protes menentang penembakan polisi ke Jacob Blake. Video yang beredar di media sosial menunjukkan seseorang dengan senjata laras panjang berlari di jalan dan dikejar massa. Ia lalu terjatuh dan mulai menembak secara membabibutatuli kea rah para pengunjuk rasa.

Prihatin
Prahara Kemanusiaan Kenosha jelas sangat memprihatinkan nurani kemanusiaan saya. Terbukti bahwa rasisme di Amerika Serikat sudah pada kondisi gawat darurat sebab sudah membentuk polarisasi sosio-politik antara masyarakat kulit putih dengan kulit hitam yang di masa lalu pada masa kepresidenan Abraham Lincoln sudah berhasil memecah belah bangsa sehingga meledakkan Perang Saudara.

Beberapa teman di Amerika Serikat berkisah bahwa di beberapa negara bagian, rasisme masih merajalela merusak sendi-sendi peradaban Amerika Serikat.

Kini di masa kepresidenan Donald Trump sejak pembinasaan George Floyd, polarisasi ras makin memuncak sehingga sangat berbahaya untuk kembali memecah belah bangsa Amerikat Serikat yang sebenarnya sudah cukup menderita dirundung pageblug Corona.

Di samping mengharap bangsa Amerika Serikat dapat segera kembali bersatu, saya mengharap kita mau dan mampu belajar dari tragedi kemanusiaan yang terjadi di Amerika Serikat agar jangan sampai terjadi di negeri kita sendiri yang beruntung memiliki bekal kearifan Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila demi  bersama bergotong-royong membangun negeri gemah ripah loh jinawi tata tentrem kerta raharja.

MERDEKA! (*)

* Penulis adalah pendiri Sanggar Pembalajaran Kemanusiaan.