Kastara.ID, Depok – Dampak dari penularan Covid-19 di Depok, ketersediaan oksigen medis di sejumlah toko oksigen isi ulang di Depok semakin langka. Hampir semua agen isi ulang kosong, lantaran pasien yang isolasi mandiri (Isoman) dengan gejala sesak, banyak yang memburu oksigen untuk keperluan perawatan di rumah.

Salah satu depot pengisian oksigen milik Sahroni (56 tahun) yang terletak di Plenongan, Jalan Dewi Sartika, Depok, terlihat beberapa orang sedang mengisi ulang oksigen. Mereka yang mengantre rata–rata membawa satu buah tabung berukuran satu meter kubik

Akibat tingginya permintaan oksigen akhir–akhir ini, mengakibatkan stok oksigen di depotnya mengalami kekurangan. Biasanya, di depot miliknya selalu menyetok 30 meter kubik oksigen untuk penjualan selama dua hari

Dia mengaku dalam seminggu belakangan ini tingginya permintaan masyarakat dan berkurangnya stok oksigen berdampak pada kenaikan harga oksigen di depot miliknya. Pekan lalu jual Rp 35 ribu per meter kubik atau satu tabung kecil, sekarang naik Rp 10 ribu jadi Rp 45 ribu per meter kubiknya.

Biasanya mereka melayani pembelian oksigen untuk ukuran tabung enam meter kubik, namun dengan kurangnya stok oksigen ini, mereka hanya melayani pembelian oksigen untuk ukuran satu meter kubik saja.

“Satu meter kubiknya sekarang Rp 45 ribu, sebelumnya sih Rp 35 ribu,” ungkapnya.

Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kota Depok, Novarita menyebut, ketersediaan oksigen di fasilitas kesehatan milik Pemerintah Kota Depok masih mencukupi.
“Kita kan ada RSUD dan belasan Puskesmas, sampai sekarang belum ada tuh laporan kalau oksigen menipis atau habis,” pungkasnya.

Rinaldi Rais, pengamat kebijakan publik yang juga praktisi hukum mengatakan, kelangkaan oksigen di banyak tempat dan daerah diduga merupakan permainan pelaku usaha nakal.

Rinaldi menambahkan, ini merupakan indikasinya, di setiap agen kosong untuk isi ulang setelah beredar lokasi-lokasi pengisian oksigen pasca disosialisasikan bahwa oksigen untuk mengatasi sesak nafas (kekurangan oksigen).

Pemerintah Cq Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Perdagangan (Kemendag), dan Menteri BUMN serta stakeholder terkait lain untuk menindak para pelaku usaha yang nakal.

“Pemerintah yang bertanggung jawab tentu tidak boleh kalah dari pelaku usaha nakal, yang merugikan rakyat,” tandasnya. (*)