Setda Provinsi DKI Jakarta

Kastara.ID, Jakarta – Biro Kesejahteraan Sosial (Kesos) Setda Provinsi DKI Jakarta telah melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi (monev) pencegahan dan penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPP0) atau human trafficking di industri perhotelan yang tersebar di wilayah Ibukota.

Monev TPPO ini bagian dari pelaksanaan rencana aksi Kegiatan Strategis Daerah (KSD) Bidang Perlindungan dan Pencegahan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak.

“Terlihat jelas ada beragam kebijakan yang mendukung pencegahan TPPO. Salah satunya dengan diterbitkannya Pergub DKI Nomor 64 Tahun 2019 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO di DKI Jakarta,” kata Ariyono, Pelaksana tugas (Plt) Kasubag PPPA Biro Kesos Setda DKI Jakarta dalam keterangan tertulis (7/3).

Ariyono menjelaskan, kebijakan ini bertujuan mewujudkan keterpaduan dalam pencegahan dan penanganan TPPO. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berkomitmen mewujudkan daerah bebas perdagangan orang di Ibukota dengan melaksanakan kegiatan monev pencegahan dan penanganan TPPO pada industri perhotelan di lima wilayah.

“Dengan mempertimbangkan maraknya kasus TPPO selama masa pandemi COVID-19, terutama di lokasi wisata dan perhotelan, maka pada Oktober 2021, kita lakukan kegiatan monev,” ungkapnya.

Menurut Ariyono, kegiatan monev pencegahan dan penanganan TPPO penting dilaksanakan mengingat Pemprov DKI Jakarta secara tegas menolak segala bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, terutama prostitusi anak.

“Jangan sampai industri perhotelan dijadikan sasaran empuk praktik prostitusi anak. Apalagi geliat perhotelan di Jakarta sudah berkembang cukup baik. Sehingga jangan sampai ternoda dengan adanya tindakan tidak terpuji seperti itu,” tegasnya.

Ia mengutarakan, kegiatan pencegahan dan penanganan TPPO yang dilaksanakan bersama tim dari Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (PPAPP), Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) dan Dinas Sosial (Dinsos) DKI Jakarta berjalan lancar.

Beberapa temuan penting:
A. Masih rendah pemahaman pihak pengelola hotel tentang upaya pencegahan dan penanganan TPPO.
B. Minimnya sense of awareness indikasi prostitusi anak oleh pihak pengelola hotel.
C. Sulitnya mendeteksi kemungkinan prostitusi oleh tamu yang melakukan pemesanan melalui platfrom agen travel digital.

Beberapa rekomendasi penting:
A. Perlu dilakukan secara lebih masif lagi kampanye dan sosialisasi anti perdagangan orang dan anti kekerasan terhadap perempuan dan anak yang ditujukan kepada seluruh pemangku kepentingan seperti lembaga masyarakat, dunia usaha dan masyarakat. Sosialisasi dapat dilakukan melalui beragam media catak dan elektronik.

B. Penguatan kelembagaan melalui peningkatan kolaborasi dan kerjasama seluruh pihak, pusat sampai daerah.

C. Meningkatkan kerjasama dan penguatan jejaring antar gugus tugas.

D. Pemberian penghargaan bagi dunia usaha yang telah menerapkan standar pencegahan TPPO.

E. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia gugus tugas dengan melibatkan pemerintah pusat, daerah serta dunia usaha, melalui kegiatan sosialisasi dan beragam pelatihan.

F. Optimalisasi mekanisme kerja, pelaporan, monitoring dan evaluasi gugus tugas. (hop)