Tabrakan

Oleh: Deddy Herlambang

KITA tentunya sangat prihatin dengan bertubi-tubinya kecelakaan yang terjadi pada Bus Rapid Transit (BRT)  PT Transportasi Jakarta (TJ). Dalam kurun waktu 40 hari setidaknya dalam catatan saya terjadi 8 kecelakaan oleh bus Trans Jakarta, yang terakhir menyebabkan pejalan kaki meninggal dunia karena tertabrak bus TJ pada Senin (6/12/2021) sekitar pukul 21.50 WIB. Lokasi kejadian tepatnya di dekat SMK 57 arah Mampang Prapatan. Dalam catatan Kompas, bahkan selama tahun 2021 terjadi total 502 terjadi kecelakaan bus TJ (catatan terakhir Oktober 2021).

Dengan banyaknya kejadian kecelakaan di TJ yang terjadi serial yang hampir tiap hari menjadikan outcome negatif. Kenyataan ini menjadi terganggunya konsep TDM (transport demand management) yang mengakibatkan masyarakat takut menggunakan angkutan umum. Padahal kami selalu kampanye kepada masyarakat dipelbagai media untuk menggunakan angkutan massal berorientasi transit dengan meninggalkan kendaraan pribadi.

Saat ini diberhentikan kontrak sementara oleh TJ untuk 2 operator TJ, yakni Steady Safe dan Mayasari Bhakti. Total bus yang berhenti dari 2 operator tersebut 229 bus (press release TJ tanggal 4 Desember 2021). Sebenarnya pun bukan merupakan solusi dalam manajemen risiko apabila 2 operator bus TJ tersebut diberhentikan sementara walau untuk dilakukan investigasi. Harus dipikirkan juga apabila diberhentikan TJ akan kekurangan sarana bus yang operasional dalam pelayanan kepada publik. Tentunya jumlah bus yang dihentikan tersebut sangatlah banyak yang dapat mengganggu headway operasional TJ, kendati ada jaminan dari TJ yang tidak mengganggu pelayanan, namun tidak dijelaskan jaminan seperti apa, apakah ada jaminan tertibnya headway.

Investigasi/audit keselamatan tidak hanya yang tangingle ram check yang meliputi brake, steering, engine, transmisi, dll. Semua bus-bus TJ adalah dibeli dalam kondisi baru masih berusia dibawah 5 tahun, bahkan ada kecelakaan bus nya baru berjalan selama 7 bulan, secara teori harusnya sarana-sarana bus tersebut laik jalan semua. Namun terlebih penting adalah mendesaknya tes yang intangible (yang tidak terlihat) seperti kualitas pramudi TJ.

Mengapa tidak diaudit sistem perekrutan pramudi dibawah kendali manajemen TJ terlebih dahulu, seperti tes kesehatan dan tes psikologi para pramudi. Hal ini terjadi ketika terjadi kecelakaan tanggal 25/10/2021 berdasarkan hasil pemeriksaan dari pihak kedokteran kepolisian dan juga dari laboratorium forensik, memang si pengemudi punya bawaan penyakit, riwayat kesehatan epilepsi. Dalam kenyataan tersebut terlihat jelas bahwa rekrutmen pramudi TJ asal-asalan.

Tidak ada formulasi yang membenarkan apabila terjadi sering kecelakaan niscaya pramudi bus pasti bersalah sendiri. Kegagalan membentuk SDM dalam keselamatan transportasi pastilah ada kegagalan menajemen keseluruhan. Terkait rentetan kecelakaan yang kerap terjadi dalam operasional trayek TJ tentunya terdapat  kesalahan manajemen secara intangible. 

Manajemen keselamatan adalah standar, tidak ada standar keselamatan yang berbeda-beda sesuai selera operator bus TJ. Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor : PM 26 Tahun 2015 Tentang Standar Keselamatan Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan dapat menjadi patokan hukum. Selanjutnya Pemerintah Daerah menerbitkan turunan hukumnya yang lebih detil tidak hanya berkutat kepada hal-hal tangible sarana bus namun pada hal intangible lebih penting. Intangible seperti mekanisme dan kontrol rekrutmen pramudi bus TJ adalah yang lebih diutamakan, karena sarana bus-bus TJ banyak baru dan telah dibatasi usia bus maksimal 7 tahun.

Perlu dicek juga kebenaran dari pernyataan Ketua Serikat pekerja TJ (SPTJ) Jan Oratmangun menilai bahwa kualitas layanan TJ menurun. Ini adalah dampak dari diberlakukannya berbagai Kebijakan yang lebih mengutamakan profit oriented dibandingkan pemberdayaan sumber daya manusianya kata Jan Oratmangun pada media (7/12/2021). Apabila hal tersebut benar, maka kelemahan memang pada sumber manusianya. Pramudi TJ harus diberlakukan seperti pekerja non transport yang bekerja hanya 5 hari dalam seminggu dan punya hak cuti 1 bulan 1 kali.

Sejak Perum Damri menjadi operator bus TJ dalam catatan saya jarang terjadi kecelakaan. Hal ini perlu dilakukan kajian jarangnya terjadi kecelakaan oleh Damri apakah karena pramudinya (sopir) pegawai tetap (organik) bukan pegawai kontrak atau faktor sertifikasi yang lain. Mengingat pramudi bus TJ saat ini mayoritas adalah pegawai kontrak. Kebahagiaan kehidupan dan psikologi pramudi TJ perlu diukur setiap tahun oleh lembaga independen sebagai bagian dari sertifikasi kelaikan pramudi.

Revolusi TJ Segera
Dengan banyaknya kecelakaan tersebut dan berulang-ulang, maka TJ harus bertanggung jawab dengan mengembalikan kepercayaan publik untuk percaya menggunakan angkutan umum. Sangat perlu revolusi manajemen TJ secara total, bila perlu adakan pergantian direksi baru yang lebih segar. Mengingat buruknya kinerja keselamatan TJ adalah equal dengan buruknya pengawasan dari Direksi sampai ke bottom management.

Direksi TJ adalah jabatan profesional, bukan jawaban politis, bila menjadi komisaris bisa saja adalah jabatan politis karena tupoksi utamanya pada kontrol dan pengawasan. Maka amanah menjadi Direksi TJ harus the right man on the right place.

Revolusi total tidak  setengah-setengah, harus serius dan terkontrol. BRT TJ ini disubsidi oleh Pemprov DKI dari dana publik melalui skema PSO sebanyak Rp 3 T/tahun teramat sayang bila gagal untuk menjaring masyarakat menggunakan angkutan umum BRT. Dana besar tersebut menjadi salah kelola di manajemen TJ yang tidak hanya terjadi pada manajemen keselamatannya saja, namun manajemen secara keseluruhan.

Mendesak perlu audit pada manajemen pengawasan, manajemen keselamatan, manajemen resiko manajemen keuangan, manajemen SDM dan lain-lain dalam tubuh organisasi TJ. Bila melihat kenyataan kecelakaan-kecelakaan TJ di tahun 2021 dipandang perlu dibentuk Direksi Keselamatan dalam tubuh organisasi TJ. Direksi Keselamatan yang hanya fokus dan konsentrasi terhadap tupoksi keselamatan. Contoh tugas direksi keselamatan adalah mengatur kecepatan semua sarana bus secara otomatis. Bus-bus TJ adalah bus-bus canggih yang berteknologi traksi elektronik yang kecepatan bus dapat dibatasi dalam cruise control, sehingga pramudi tidak dapat “ngebut” lagi. Tugas lainnya adalah mengatur cuti, istirahat, kesehatan, psikologi dan sejenisnya untuk para pramudi TJ.

Lebih baik saat ini fungsi regulator dikembalikan kepada Pemerintah (Pemerintah Daerah) selaku pembuat regulasi dan pengawas. Jangan sampai PT Transjakarta rangkap jabatan menjadi regulator dan operator. Sekarang adalah momen yang sangat tepat Pemerintah melakukan audit total terhadap kinerja PT Transjakarta.

Ayo Naik Bus
Banyaknya serial kejadian kecelakaan oleh bus TJ menjadi preseden buruk bagi pelayanan angkutan umum massal. Mendesak dilakukan trik marketing baru supaya masyarakat kembali tertarik menggunakan bus TJ. Maka sangat perlu balancing kepada masyarakat seperti pemberian insentif ke pengguna TJ, contohnya promosi menggunakan bus TJ gratis selama 1-3 hari atau dapat voucher shopping tertentu supaya publik tidak takut menggunakan bus TJ.

Perlu rating atau penilaian terbuka oleh TJ, siapa saja operator TJ yang sering melakukan kecelakaan atau pelayanannya lebih baik. Bila TJ open manajemen tentunya publik akan puas dengan pelayanan TJ. Jadi memang harus dipublikasikan sehingga publik dapat terlibat dalam kontrol ketika bus-bus tersebut beroperasi. Kontak atau nomor pramudi dapat dipasang dalam kabin bus, sehingga apabila pramudi dalam mengendarai bus ugal-ugalan atau membahayakan maka pengguna TJ dapat melaporkan langsung ke hotline TJ. Inilah salah satu contoh pelayanan yang membantu TJ dalam kontrol kepada operator bus dan pramudinya. Bila ada kontrol seperti ini oleh publik niscaya pengguna TJ akan merasa terlayani secara aman, nyaman dan selamat. (*)

* Direktur Eksekutif INSTRAN.