Kastara.ID, Jakarta – Masa tenang diperlukan bagi pemilih agar dapat merenungkan caleg dan capres yang layak dipilih.

“Perenungan itu diperlukan setelah para pemilih mendapat gambaran visi dan misi dari capres dan caleg. Gambaran tersebut idealnya menjadi dasar bagi pemilih untuk menetapkan capres dan caleg yang akan dipilih,” ungkap M Jamiluddin Ritonga, Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Esa Unggul Jakarta, kepada Kastara.ID, Senin (12/2) pagi.

Hal itu, lanjutnya, umumnya dilakukan pemilih rasional. Mereka menetapkan pilihan setelah mengetahui visi dan misi capres dan caleg.

Menurut Jamil, sayangnya pemilih rasional tidak banyak dii Indonesia. Justru yang dominan di Indonesia dari kelompok pemilih emosional.

“Kelompok pemilih ini memilih capres dan caleg bukan karena visi dan misinya. Mereka memilih semata karena pertimbangan kedekatan emosional,” jelas pengamat yang juga mantan Dekan Fikom IISIP Jakarta ini.

Jadi, masa tenang tidak digunakan untuk merenungkan kelayakan capres dan caleg. Sebab, sebagian dari kelompok ini umumnya sudah menetapkan pilihannya jauh sebelum masa tenang.

Sebagian lagi, kelompok pemilih ini juga sangat pragmatis. Mereka kerap menjadi sasaran dari capres dan caleg tertentu untuk memilihnya. “Umumnya yang dilakukan dengan serangan fajar. Jadi masa tenang justru menjadi ajang transaksi untuk memperoleh suara. Situasi seperti inilah yang harus diawasi Bawaslu, agar masa tenang tidak terjadi politik uang,” imbuh Jamil.

Jadi masa tenang kerap dimanfaatkan untuk kepentingan capres dan caleg. “Penyalahgunaan ini yang harua diditeksi Bawaslu agar Pilpres dan Pileg tetap berlangsung jujur dan adil tanpa adanya politik uang,” pungkasnya. (dwi)