KPK

Kastara.ID, Jakarta – Surat Presiden (Surpres) yang dilayangkan Joko Widodo (Jokowi) kepada DPR RI untuk selanjutnya membahas revisi UU KPK dinilai lemahkan KPK. Selain itu Jokowi dituding tidak memihak dan memenuhi keinginan rakyat.

Revisi UU KPK dianggap melemahkan KPK ini resmi diusulkan menjadi inisiatif DPR RI dalam rapat paripurna pada Kamis (5/9). Pengesahan berjalan senyap dan mulus sebab tak ada pemberitahuan kepada KPK. Hal ini juga menjadi protes KPK terhadap DPR RI dan Pemerintah.

Namun meski dianggap revisi UU KPK ini adalah pelumpuhan terhadap KPK sendiri sebagai lembaga independen, seluruh anggota DPR dan fraksi yang hadir sepakat tanpa perbantahan.

Gayung bersambut, hanya sepekan Presiden merespons rencana revisi UU KPK dengan surpres, yang artinya UU KPK resmi direvisi. Sikap kepala negara yang sekaligus negara pemerintahan selama ini dinanti sebagai harapan tak berubahnya UU KPK, namun kini kandas.

Melalui Surpres, Jokowi menugaskan dua menterinya untuk membahas revisi UU KPK bersama para wakil rakyat. Kedua menteri itu yakni Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur.

Sebenarnya pengajuan revisi UU KPK bukan yang pertama kalinya. Bahkan sebelum pilpres 2019 dan Jokowi terpilih menjadi Presiden RI dua periode, revisi UU KPK sudah dua kali diajukan oleh DPR.

Sikap Jokowi kala itu tak merespons sehingga revisi yang mendapat penolakan dari publik itu akhirnya urung dilakukan.

Pada 2015, tepatnya tanggal 23 Juni Sidang paripurna memasukkan revisi UU KPK dalam prioritas Prolegnas 2015.

Menko Polhukham Luhut Binsar Panjaitan menjelaskan alasan penundaan karena pemerintah merasa masih perlu memastikan perbaikan ekonomi nasional berjalan baik.

Selanjutnya 2016, upaya merevisi UU KPK kembali mencuat. DPR kembali menyepakati revisi UU KPK masuk dalam prioritas Program Legislasi Nasional 2016. Hanya Fraksi Partai Gerindra yang menolak revisi UU KPK. Pada 1 Februari 2016, revisi UU KPK mulai dibahas dalam rapat harmonisasi Badan Legislasi di DPR RI.

Saat itu ada empat poin yang dibahas, yakni pemberian kewenangan kepada KPK untuk menerbitkan SP3, pengaturan kembali kewenangan menyadap, keberadaan penyidik independen, dan pembentukan badan pengawas KPK.

Karena banyak pihak yang menolak maka revisi UU KPK diurungkan. Pertemuan tersebut sepakat untuk kembali menunda revisi UU KPK. Jokowi bahkan menjelaskan bahwa revisi UU KPK sebaiknya tidak dibahas.

Berbeda dengan sikap sebelum-sebelumnya, kali ini Jokowi mengeluarkan Surpres yang semestinya diberikan kesempatan selama 60 hari kerja malah direspons dalam waktu sepekan. (rya)