Papua

Kastara.ID, Jakarta – Meski sudah dinyatakan kondusif, Papua tak seutuhnya aman dan justru berpotensi timbulkan konflik horizontal.

Kelompok pegiat hak asasi manusia (HAM) menyerukan investigasi terhadap kematian delapan warga sipil pada kerusuhan Papua dan Papua Barat.

Sementara berbagai pihak malah menuding bahwa ada yang menuding keterlibatan ‘milisi’ di balik gesekan antara warga Papua dan pendatang.

Human Rights Watch (HRW) mencatat setidaknya ada delapan warga Papua dan satu orang anggota TNI tewas, sementara 39 warga Papua terluka dalam aksi demonstrasi di Deiyai.

Atas kejadian tersebut, Bupati Deiyai Ateng Edowai mengatakan bahwa pelaku adalah orang-orang yang mengenakan pakaian sipil.

Sementara itu di Fakfak, Papua Barat, seorang warga Papua terluka parah akibat pertikaian antara orang Papua dan mereka yang disebut mewakili “milisi pro-NKRI”.

Andreas Harsono dari Human Rights Watch menjelaskan bahwa milisi yang dimaksud adalah organisasi semi militer yang menggunakan kekuatan sebagai perpanjangan dari diplomasi mereka.

Ikut berpendapat, Benny Wenda yang tertuduh sebagai salah satu dalang kerusuhan Papua dan Papua Barat mempertanyakan Wiranto mengenai siapa dan bagaimana milisi atau Nusantara Defender ini.

Menanggapi tuduhan keterlibatan milisi, pihak kepolisian secara tegas menampik bahwa aparat keamanan berada di balik serangan kelompok yang digambarkan sebagai ‘milisi’, yang terdiri dari warga pendatang.

Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo, mengakui keberadaan milisi memang diakui dalam konflik Timor Leste. Namun, dia menegaskan “tidak mungkin terjadi” ada milisi di Papua.

Mendukung pernyataan ini, Dedi menambahkan kalau ada milisi apalagi dipersenjatai, ada hukum positif yang dilanggar, yaitu UU No. 12 Tahun 1951 tentang kepemilikan senjata api. (rya)