Kastara.id, Jakarta – Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) akan terus berjuang agar keterwakilan perempuan di Parlemen 30 persen bahkan kalau bisa lebih besar dari itu.

“Meski UU menyebutkan 30 persen, namun keterwakilannya masih kecil,” kata anggota Fraksi Golkar Hetifah Saifudin dalam dialektika demokrasi ‘Kartini Bicara Pemilu’ bersama Direktur Perludem Titi Anggraeni dan Ketua Umum Kaukus Perempuan  Politik Indonesia (KPPI) Dwi Septiawati Djafar di Gedung DPR RI Jakarta, Kamis (20/4).

Menurut Hetifah, peran perempuan di Indonesia saat ini masih jalan di tempat. Padahal, negara demokrasi tanpa keterlibatan perempuan itu justru tidak demokratis.

“Mungkin karena masih dalam transisi demokrasi dalam 15 tahun terakhir ini, sehingga banyak tantanngan yang dihadapi dalam masalah representasi perempuan tersebut,” ujar Hetifah

Menurut Hetifah, pemilu menjadi instrumen representasi yang lebih baik dan kini sudah mulai tidak ada diskriminasi dalam politik Indonesia. “Bagi kami di Golkar sendiri banyak yang dihadapi sehingga belum ada kemajuan. Di DPR RI baru 18% keterwakilan perempuan dan 12% di DPRD, maka tanpa perubahan kebijakan, sulit persamaan bisa terwujud,” kata Hetifah.

Demikian pula kalau berbicara kuota 30% perempuan di daftar caleg DPR juga tergantung peraturan yang lainnya. “Kalau parpol sendiri tidak mempunyai komitmen untuk menjalankan aturan itu, ya sulit. Yang penting perempuan yang ada di DPR dan DPRD, harus menjadi ‘rule model, menjadi contoh yang baik bagi masyarakat,” ujar Hetifah.

Menurut Titi Anggraeni, peran itu bisa dilakukan di tiga jenis pemilu; yaitu Pilpres, Pileg, dan Pilkada. “Itulah yang menjadi sirkulasi elit Indonesia. Namun isu keterwakilan perempuan ini tak bisa hanya melalui tiga instrumen tersebut, melainkan harus lebih luas lagi. Seperti penyelenggara pemilu. Di KPU saja hanya satu perempuan dari tujuh komisioner, dan Bawaslu hanya satu dari lima komisioner. Maka jumlah 30% itu penting untuk memperngaruhi keputusan. Jadi, keterwakilan itu komprehensif,” katanya.

Dwi Septiani mengatakan, apa yang dilakukan RA Kartini sudah jelas seperti dalam surat-suratnya yang ingin mewjudkan cita-cita besar bagi perempuan. Bukan sekedar untuk kekuasaan, tapi untuk titik keseimbangan (equilibrium).

“Saat ini masih tujuh provinsi yang memiliki wakil perempuan di DPR RI, 17 provinsi belum punya wakil di DPD RI, dan 22 provinsi yang belum mempunyai wakil di DPRD. Kalau begitu, bagaimana kita bisa memberi ruang 30% (blocking seat) untuk perempuan,” katanya. (arya)