COVID-19

Kastara.ID, Jakarta – Menanggapi laporan LBH Jakarta mengenai penanganan pandemi setengah hati, Pemprov DKI menegaskan secara optimal dan berupaya maksimal untuk utamakan keselamatan warga dari risiko paparan COVID-19.

“Pemprov DKI Jakarta berterima kasih dan mengapresiasi LBH Jakarta yang telah menjalankan perannya dalam negara demokrasi. Jakarta terbuka terhadap kritik dan masukan, karena membangun kota adalah kolaborasi pemerintah dan masyarakat di dalamnya,” kata Asisten Pemerintahan Sekda Provinsi DKI Jakarta, Sigit Wijatmoko, dikutip dari Siaran Pers PPID Provinsi DKI Jakarta (23/10).

Namun, ada beberapa yang perlu diluruskan terkait laporan LBH Jakarta tersebut. Tertulis di laporan LBH Jakarta, pada Juni-Juli 2021 di mana varian delta memicu terjadinya gelombang kedua pandemi COVID-19, angka testing DKI Jakarta masih jauh dari standar yang ditetapkan.

Perlu diketahui, standar tes WHO adalah 1 orang dites PCR per 1.000 penduduk per minggu. Maka untuk memenuhi standard WHO, Jakarta harus melakukan tes PCR terhadap 10.655 orang per minggu atau 1.521 orang per hari.

Faktanya, LBH sendiri dalam laporannya menyatakan bahwa jumlah tes di Jakarta adalah 25-35 ribu per hari. Artinya, jumlah tes di Jakarta jauh berlipat di atas standar WHO. Demikian juga untuk persyaratan jumlah tes yang ditetapkan oleh Inmendagri, Jakarta selalu melampauinya. Data ini bisa terlihat terbuka di situs.

“Tes yang dilakukan oleh Pemprov DKI jauh lebih banyak dari itu, bahkan bisa mencapai 150 ribu per minggu,” ujarnya.

Mulai 20 Oktober 2021, Kementerian Kesehatan memasukkan cakupan vaksinasi total dan vaksinasi lansia untuk asesmen situasi provinsi dan kabupaten kota, sehingga DKI Jakarta menjadi satu-satunya provinsi yang masuk level situasi 1 (untuk PPKM). Data dapat dilihat di vaksin.kemkes.go.id.

Kemudian, tertulis di laporan tersebut, pada pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas DKI Jakarta menjadi salah satu provinsi pertama yang menerapkannya. Hal ini dianggap membahayakan keselamatan anak. Sebab, tidak ada syarat vaksinasi bagi warga sekolah dan saat positivity rate masih di atas 5% serta penegakan aturan yang buruk.

Perlu diluruskan, PTM Terbatas di DKI Jakarta dimulai serta persyaratan tidak mewajibkan vaksinasi sudah sesuai arahan Kemendikbud dan level PPKM di DKI Jakarta sudah masuk level yang memperbolehkan PTM Terbatas.

Pada 30 Agustus 2021, positivity rate kasus baru harian sebesar 2,5 persen dan positivity rate kasus baru mingguan sebesar 3,8 persen bukan di atas 5 persen seperti yang terlihat di https://corona.jakarta.go.id/data-pemantauan.

Jakarta menerapkan PTM Terbatas secara bertahap dengan syarat dan tahapan persiapan tambahan melebihi yang direkomendasikan oleh Kemendikbud.

“Ketika terjadi pelanggaran protokol, maka PTM Terbatas langsung diberhentikan dan ditindaklanjuti sesuai prosedur berlaku. Pemprov DKI terus melakukan perbaikan dalam penyelenggaraan PTM Terbatas dengan cara melakukan koordinasi dengan satgas COVID-19 di kelurahan, hingga RT dan RW,” ungkapnya.

Selain itu, juga melakukan asesment ulang kepada sekolah-sekolah, membentuk satgas COVID-19 di sekolah, pendataan kondisi medis peserta didik, orang tua/wali, dan riwayat kontak terkonfirmasi COVID-19 secara berkala. Serta memberikan sosialisasi, arahan, pendampingan, dan supervisi dari dinas pendidikan kabupaten/kota.

“Pemprov DKI Jakarta meyakini, LBH ingin menghadirkan keadilan, seperti halnya keinginan Pemprov DKI Jakarta dalam kebijakan-kebijakan yang dihadirkan. Untuk itu, kami di Pemprov DKI Jakarta terbuka untuk berkolaborasi secara substantif,” pungkas Sigit. (hop)