Dwikorita Karnawati

Kastara.ID, Jakarta – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut potensi cuaca ekstrem masih dapat terjadi hingga periode Maret mendatang.

Berdasarkan hasil analisis perkembangan musim hujan dasarian II Februari 2020, 100 persen wilayah zona musim (ZOM) di Indonesia telah memasuki musim hujan, termasuk wilayah Jabodetabek.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, kondisi dinamika atmosfer terkini menunjukkan faktor skala regional-lokal berkontribusi signifikan terhadap pembentukan pola hujan dan cuaca ekstrem di wilayah Indonesia.

“Kondisi curah hujan intensitas sedang hingga lebat di wilayah Jabodetabek hari ini cukup merata terjadi dari wilayah selatan hingga utara dengan intensitas tertinggi terukur pada tanggal 25 Februari pukul 07.00 WIB di wilayah Kemayoran 278 mm,” ujarnya (25/2).

Selain itu, sambung Dwikorita, BMKG memantau adanya dua Siklon Tropis yang mempengaruhi kondisi cuaca Indonesia pada 24 Februari 2020 yakni Siklon Tropis Ferdinand (981 hpa) di Samudera Hindia Selatan NTB, dan Eks-Siklon Tropis Esther yang berada di Australia bagian Utara.

“Kedua Siklon Tropis ini berdampak pada terjadinya hujan dengan intensitas sedang hingga lebat di wilayah Jawa, Bali, NTB, dan NTT, serta adanya gelombang tinggi di sejumlah perairan Selatan Indonesia. Ada pembentukan konvergensi yang memanjang dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur hingga Bali, NTB, dan NTT,” terangnya.

Dia menjelaskan, cuaca ekstrem yang terjadi di wilayah Jabodetabek beberapa hari terakhir secara dominan dipicu oleh faktor dinamika atmosfer skala lokal yaitu, adanya pembentukan pola konvergensi (pertemuan massa udara) dan kondisi liabilitas udara yang kuat terutama di wilayah Jawa bagian Barat, termasuk wilayah Jabodetabek.

“Potensi hujan sedang hingga lebat periode 25 Februari sampai 1 Maret 2020 secara umum dapat terjadi di wilayah Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur,” ungkapnya.

Dwikorita menambahkan, perlu lompatan dalam upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim, serta lebih ditingkatkan koordinasi dan sinergitas antara stakeholder dalam penanganan bencana banjir.

Pihaknya merekomendasikan pengelolaan lingkungan dan tata air harus terintegrasi dari hilir ke hulu. Selain itu, pengelolaan banjir harus sejalan dengan pengelolaan kekeringan untuk menjaga ketahanan air pada saat musim kemarau.

“Jumlah akumulasi curah hujan di wilayah hulu relatif lebih tinggi 1,4 kali dibanding wilayah hilir maka tata kelola harus mampu menyimpan lebih lama di wilayah hulu. Tren curah hujan ekstrem lebih dominan di wilayah hilir maka sistem infrastruktur bangunan air harus lebih diperkuat di wilayah tersebut,” urainya.

Dwikorita mengimbau masyarakat agar tetap waspada dan berhati-hati terhadap dampak yang dapat ditimbulkan seperti banjir, tanah longsor, banjir bandang, genangan, angin kencang, pohon tumbang, dan jalan licin.

“Bagi masyarakat yang hendak memperoleh informasi terkini, BMKG membuka layanan informasi cuaca 24 jam, yaitu melalui http://www.bmkg.go.id atau follow @infobmkg,” tandasnya. (hop/ant)