Papua

Kaatara.ID, Jakarta – Menteri Sosial Tri Rismaharini kembali marah-marah. Kali ini Risma melampiaskan kemarahannya dengan menunjuk-nunjuk seorang pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) di Gorontalo, Kamis (30/9).

“Kebiasaan Risma itu tentu sangat tidak baik. Sebagai menteri seharusnya Risma mampu mengendalikan emosinya, terutama di depan umum,” ungkap M Jamiluddin Ritonga, Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Jakarta kepada Kastara.ID pada Ahad (3/10) pagi.

Kebiasaan marah-marah itu sudah terlihat sejak Risma menjadi Wali Kota Surabaya. “Hanya saja kebiasaan marah-marahnya itu tidak banyak diekspos di media massa dan media sosial. Akibatnya, masyarakat menilai Risma sosok pemimpin yang baik, bijaksana, dan menghargai bawahannya,” imbuh pengamat yang kerap disapa Jamil ini.

Namun sejak menjadi menteri, setiap Risma melampiaskan amarahnya langsung diekspos media massa dan media sosial. Akibatnya, masyarakat tahu watak sesungguhnya Risma.

“Pemimpin yang tak dapat mengendalikan amarahnya tentu tak layak menjadi pemimpin. Apalagi kalau ia sambil marah-marah mengambil keputusan, tentu akan berbahaya bagi lembaganya,” jelas Jamil yang juga mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta ini.

Selain itu, perbuatan marah-marah Risma selalu membuat gaduh. Akibatnya, masyarakat lebih tahu perilaku marahnya daripada kinerjanya.

Karena hal itu sudah berulang dan selalu membuat gaduh, maka Risma sesungguhnya menjadi beban bagi Presiden Joko Widodo. Karena itu, selayaknya Jokowi mengevaluasi Risma sebagai menteri sosial.

“Harapannya, saat ada reshuffle kabinet, selayaknya Risma termasuk di dalamnya. Hal itu semata agar perilaku Risma tidak terus menerus menjadi beban presiden,” tandas Jamil.

Lagi pula masih banyak anak negeri yang memiliki kemampuan jauh lebih baik daripada Risma untuk mengurus masalah sosial. Jokowi tinggal memilih putra terbaik bangsa untuk menjadi menteri sosial. “Masalahnya, apakah Jokowi berani me-reshuffle Risma yang sama-sama kader PDIP?” pungkas Jamil. (dwi)