Eupen

Oleh: Jaya Suprana

KONON pada abad V sampai dengan IV sebelum Masehi, Athena sudah memiliki suatu sistem kepemerintahan yang layak disebut sebagai demokrasi meski kaum perempuan dan budak tidak memiliki hak untuk memilih. Maka Sokrates menolak mengakui sistem kepenguasaan Athena sebagai demokratis.

Pewaris pemikiran Sokrates, Aristoteles menilai sistem pemilu Athena di Yunani abad IV sebelum Masehi menghadirkan suasana kepemerintahan yang sebenarnya sama sekali tidak demokratis tetapi justru oligarkis.

Undian
Kemungkinan besar, Sokrates dan Aristoteles akan merasa puas apabila menyaksikan apa yang terjadi di Kota Eupen di Belgia pada abad XXI.

Pada tanggal 16 September 2019, 24 warga Kota Eupen yang dipilih secara acak alias undian menduduki 24 kursi di dewan perwakilan warga kota Eupen yang mayoritas berbahasa Jerman.

Para warga yang dipilih secara undian itu memiliki wewenang untuk menugaskan Citizen’s Assembly untuk membahas para permasalahan yang dihadapi kota mereka demi secara musyawarah-mufakat bersama mencari solusi.

Sistem perwakilan bukan lewat pemilihan umum namun undian tersebut mulai diuji-coba sejak tahun 2017 dan memperoleh sambutan positif dari mayoritas warga Eupen.

Industri Politik
Berbagai pihak di Eupen merasakan bahwa sistem undian potensial menghindari political discontent dengan melibatkan warga yang tidak berpolitik kekuasaan maka tidak perlu mengobral janji-janji manis demi meraih kekuasaan pada masa kampanye pemilu. Sementara juga diyakini bahwa warga biasa tanpa ambisi politik lazimnya dapat memandang duduk permasalahan politik secara lebih jernih karena tidak terbebani kepentingan-kepentingan politik kekuasaan untuk kelompok, apalagi diri sendiri masing-masing.Warga biasa mencari nafkah bukan dari industri politik. Maka lebih dekat dengan realita permasalahan di lapangan ketimbang para politisi yang lebih dekat ke kursi kekuasaan.

Memilih wakil rakyat berdasar undian memang kurang lazim pada abad XXI tetapi bukan berarti tidak ada. Misalnya Irlandia yang memilih anggota Citizen’s Assembly secara undian berhasil memecahkan masalah jalan-buntu dalam pengambilan keputusan terhadap perihal kontroversial seperti undang-undang aborsi.

Demokrasi
Saya menulis naskah ini sekadar demi memberi gambaran tentang suatu uji-coba pengejawantahan demokrasi yang terjadi di Eupen nun jauh di Belgia.

Akibat lain-padang-lain-belalang plus cetirus paribus, maka sebagai rakyat jelata yang buta politik apalagi politik kekuasaan, saya tidak berani serta tidak berhak menyarankan apa yang terjadi di Eupen untuk ditiru kemudian diterapkan di Indonesia.

Saya sekadar menampilkan fakta bahwa sebenarnya banyak cara, metode, sistem, bentuk, jenis demokrasi tersedia di planet bumi ini untuk dipilih sesuai kebutuhan setiap negara, kota atau masyarakat yang tentu saja saling beda satu dengan lain-lainnya.

Perubahan
Maka seyogianya kita jangan memerangkapkan diri pada satu cara, satu metode, satu sistem, satu bentuk, satu jenis demokrasi tertentu saja.

Sesuai pemikiran paradigma Thomas Kuhn, memang paradigma apa pun termasuk demokrasi senantiasa berubah selaras zaman yang niscaya berubah. Satu-satunya yang tidak berubah hanya perubahan zaman. Apalagi setelah terbukti sistem pemilu yang kini kita gunakan bukan hanya sempat merongrong sendi-sendi persatuan bangsa berdasar polarisasi SARA dan ideologi, namun bahkan telah nyata mengorbankan cukup banyak nyawa sesama warga Indonesia dalam penyelenggaraan pemilu langsung oleh rakyat untuk rakyat, yang telah terselenggara pada tahun 2019. Maka, tiada salahnya apabila KPU berikhtiar mencari alternatif bentuk pemilihan umum yang lebih baik. (*)

* Penulis adalah rakyat Indonesia mendambakan demokrasi yang bukan menyengsarakan namun menyejahterakan bukan penguasa tetapi rakyat.