Kastara.id, Jakarta – Seiring dengan penambahan jumlah penduduk Indonesia, termasuk di dalamnya umat Islam, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mendorong agar kuota jamaah haji untuk Indonesia juga ditambah, dengan mengacu pada hasil keputusan KTT OKI. KTT OKI pada tahun 1987 menyepakati tata cara penentuan kuota haji. Dalam KTT tersebut diputuskan kuota haji 1:1000, yaitu satu dari setiap seribu orang penduduk muslim suatu negara, berhak mendapatkan kursi jamaah haji.

“Penambahan penduduk Indonesia terus bertambah, mestinya ditambah juga kuotanya. Ini yang harus diajukan Kemenag ke pemerintah Arab Saudi,” ujar Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Iskan Qolba Lubis saat Diskusi Publik Tentang Haji yang digelar Ikatan Jurnalis UIN Jakarta (3/9).

Saat ini kuota dasar haji untuk Indonesia berjumlah 211.000 orang, terdiri dari 194.000 kuota jamaah haji reguler dan 17.000 kuota jamaah haji khusus. Namun sejak tahun 2013, Indonesia mendapat pengurangan kuota 20 persen, menjadi 168.800 orang terdiri atas 155.200 kuota haji reguler dan 13.600 kuota haji khusus. Pemotongan kuota ini berlaku bagi seluruh negara dikarenakan perluasan Masjidil Haram.

DPR juga mendorong Kemenag untuk terus meningkatkan kualitas fasilitas bagi jemaah haji termasuk di Armina dengan terus berkoodinasi dengan pemerinah Arab Saudi.

Direktur Layanan Haji Dalam Negeri Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Ahda Barori mengatakan, panjangnya daftar tunggu dan tingginya animo masyarakat untuk pergi haji memicu terjadinya jalan pintas masyarakat yang akan berangkat haji, salah satunya melalui negara lain seperti yang menimpa 177 WNI di Filipina.

“Kemenag dan Kementerian/Lembaga lain bersama-sama menuntaskan permasalahan WNI yang tertahan di Filipina tersebut dan memulangkannya kembali ke Tanah Air,” ujar Ahda yang kembali menegaskan bahwa WNI tersebut diberangkatkan oleh biro travel yang tidak berizin dari Kemenag.

Menurut Ahda, pemerintah sudah mengatur mekanisme haji dengan sebaik-baiknya. Dan kasus WNI yang tertahan di Filipina tersebut menjadi pelajaran bagi kita semua selanjutnya.

Dikatakan Ahda, jamaah yang sudah melunasi Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dan sudah ditentukan keberangkatannya itulah yang akan mendapat visa. Bila ada selain itu, itu menjadi domain pemerintah Arab Saudi untuk memberikan visa haji bagi kalangan tertentu yang diundang pemerintah Arab Saudi.

Hal senada disampaikan Direktur Dokumen Perjalanan Visa dan Fasilitas Keimigrasian Direktorat Jendral Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Maryoto yang mengaku terlibat memverifikasi paspor 177 WNI yang tertahan di Filipina. Sejauh ini, tidak ada yang bermasalah dalam pengurusan paspor untuk jamaah haji Indonesia.

Sementara itu, Pjs, Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenag Syafrizal mengatakan bahwa persoalan haji sangat kompleks. Jamaah haji Indonesia memiliki latar belakang yang beragam dari sisi pendidikan, usia, dan profesi. Syafrizal menganalogikan seperti yang disampaikan mantan Menteri Agama Tarmizi Taher bahwa TNI saja dengan pasukan yang terlatih, perbekalan yang cukup, fisik yang kuat, masih saja terjadi masalah saat melakukan mobilisasi pasukan ke suatu wilayah operasi.

“Apalagi memindahkan jamaah haji dengan latar belakang beragam dari satu negara ke negara lain, tentu bukan persoalan yang mudah. Namun sejauh ini, kendala dan permasalahan tersebut teratasi dengan adanya upaya-upaya terus menerus pemerintah melakukan peningkatan kualitas penyelenggaraan haji,” ujar Syafrizal. (nad)