ACT-A

Kastara.ID, Jakarta – Respons Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait wacana penundaan Pemilu 2024 terkesan tidak tegas.

“Masyarakat sebenarnya menunggu respons Jokowi setuju atau menolak penundaan Pemilu 2024. Sebab, usulan itu berkaitan langsung dengan perpanjangan masa jabatan presiden,” ungkap M Jamiluddin Ritonga, Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Jakarta kepada Kastara.ID, Sabtu (5/3).

Menurut Jamil, kalau presiden hanya mengajak semua pihak untuk tunduk, taat, dan patuh pada konsitusi, tentu ajakan tersebut sangat normatif. Respons seperti ini memang standar normatif yang harus disampaikan dan dilakukan oleh setiap warga negara, termasuk presiden.

Juga sangat normatif bila presiden hanya menyatakan hak setiap warga negara untuk mengusulkan penundaan pemilu. Setiap warga negara memang dilindungi untuk menyatakan pendapatnya.

“Namun mengingat wacana terkait penundaan pemilu 2024 sudah mengarah polarisasi yang tajam, maka respons normatif seperti itu tidak akan menyelesaikan masalah. Presiden Jokowi sudah harus tegas dengan menyatakan sikapnya agar polarisasi pendapat dapat diminimalkan,” imbuh Jamil yang juga manta Dekan FIKOM IIISIP Jakarta ini.

Kalau Presiden Jokowi tegas menolak wacana penundaan pemilu 2024, maka penggalangan massa untuk menggiring pendapat umum palsu akan reda dengan sendirinya. Kebulatan tekad dari berbagai elemen masyarakat akan berhenti sehingga dapat meredakan kegaduhan.

Selain itu, respons tegas akan mementahkan spekulasi keterlibatan Presiden Jokowi terkait penundaan pemilu 2024. Masyarakat akan menilai Presiden Jokowi memang tidak berada di balik layar terkait wacana tersebut.

“Jadi, Presiden Jokowi perlu tegas menyatakan penolakannya terkait penundaan pemilu. Hanya dengan ketegasan Presiden Jokowi dapat meredakan polarisasi di masyarakat,” pungkas Jamil. (dwi)