PDIP

Kastara.ID, Jakarta – Tindakan Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini memaksa penyandang disabilitas rungu berbicara mendapat pembelaan dari partai tempatnya bernaung, PDI Perjuangan. Dalam pembelaannya, Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto mengatakan rekam jejak menteri yang biasa disapa Risma itu dalam memperjuangkan difabel terlihat jelas dengan banyak bukti.

Saat memberikan keterangan (4/12), Hasto menyatakan apa yang dilakukan Risma adalah agar para tuna rungu mampu mengungkapkan seluruh ekspresinya. Selanjutnya mereka akan menjadi sempurna karena karya dan daya ciptanya. Hal inilah yang menurut Hasto seharusnya tidak perlu diragukan.

Hasto menegaskan, polemik yang terjadi pada acara peringatan Hari Disabilitas Internasional (HDI) lalu hanyalah salah komunikasi atau miskomunikasi saja. Hasto pun mengajak semua pihak melihat kembali seluruh rekam jejak kepemimpinan Risma.

Hasto menambahkan, selama ini mantan Wali Kota Surabaya itu selalu mengedepankan semangat kemanusiaan yang berkeadilan. PDIP berpendapat Risma mampu menjadikan para penyandang disabilitas sebagai warga negara Indonesia yang bisa berprestasi. Risma menurut Hasto telah membuat penyandang disabilitas memiliki semangat juang dan setara dengan warga negara lainnya.

Hasto menegaskan, bagi para disabilitas perlakuan setara lebih penting daripada dikasihani. Perlakuan setara menurutnya akan memberi motivasi untuk menjadi warga yang bangga. Sehingga mereka bisa terangkat dan mampu menciptakan daya lebih dibanding yang lain.

Sebelumnya Mensos Tri Rismaharini atau Risma menjadi sorotan publik. Pasalnya saat menghadiri peringatan Hari Disabilitas Internasional (HDI) 2021 di Gedung Aneka Bhakti Kemensos (1/12), Risma memaksa seorang anak penyandang tuna rungu berbicara tanpa alat bantu atau juru bahasa isyarat.

Tindakan tersebut mendapat protes dari
perwakilan Gerakan untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia (Gerkatin) Stefanus.
Menggunakan bahasa isyarat, Stefanus menyatakan anak tuna rungu tidak bisa dipaksa berbicara. Selain itu anak tuna rungu harus menggunakan alat bantu dengar.

Itulah sebabnya Stefanus mengaku kaget melihat Ketua DPP PDIP itu memaksa tuna rungu berbicara menggunakan pengeras suara. Menurutnya, penyandang disabilitas rungu sebaiknya berbicara menggunakan bahasa isyarat yang lebih mudah mereka pahami. Nantinya bahasa itu diterjemankan oleh juru bahasa isyarat.

Stefanus menjelaskan, karakter anak tuna rungu berbeda-beda. Ada yang bisa berbicara meski tidak jelas. Namun ada pula yang tidak bisa berbicara, terutama yang mengalami tuli sejak kecil. Itulah sebabnya Stefanus meminta perbedaan itu dihargai. (ant)