OVNI

Kastara.id, Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah menetapkan 72 perusahaan manufaktur dan 19 kawasan industri sebagai objek vital nasional sektor industri (OVNI).

Hal tersebut sebagai upaya pemerintah dalam rangka menciptakan iklim bisnis yang kondusif sehingga para investor merasa aman dan nyaman berusaha di Indonesia sekaligus mampu meningkatkan produktivitas dan daya saing industri nasional.

“Keamanan dan rasa aman merupakan salah satu kunci dan syarat keberhasilan suatu negara dalam membangun ekonomi,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin Ngakan Timur Antara di Jakarta, Selasa (6/2).

Berdasarkan data Kemenperin, hingga 2016, terdapat 64 objek perusahaan industri dan 15 objek kawasan industri yang telah berstatus sebagai OVNI. Sedangkan, pada 2017, telah ditetapkan delapan perusahaan industri dan empat kawasan industri sebagai OVNI.

Penetapan OVNI berdasarkan amanat Keputusan Presiden Nomor 63 Tahun 2004 tentang Pengamanan Objek Vital Nasional. Kebijakan tersebut semakin dipertegas lagi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2017 tentang Pembangunan Sarana dan Prasarana Industri.

Dengan semakin terjaganya tingkat keamanan dan kenyamanan berusaha di Indonesia, Ngakan melihat, investasi di sektor industri pengolahan non migas terus mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir.

“Juga didukung dari faktor lainnya, seperti pembangunan infrastruktur, kebijakan fiskal, serta penyediaan energi dan bahan baku yang berkontribusi penting dalam pertumbuhan industri,” ujarnya.

Nilai total investasi (PMA dan PMDN) sektor industri diproyeksikan terus mengalami peningkatan, dari sekitar Rp 283,71 triliun tahun 2017 akan menjadi Rp 387,57 triliun pada 2019. Sementara investasi 2018 ditargetkan bisa menembus Rp 352,16 triliun.

Mengenai pertumbuhan produksi industri, Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis datanya, untuk skala manufaktur besar dan sedang mengalami kenaikan sebesar 4,74 persen tahun 2017 dibanding 2016. Lonjakan ini terutama disebabkan meningkatnya produksi industri makanan sebesar 9,93 persen.

Sedangkan, pertumbuhan produksi industri manufaktur skala mikro dan kecil pada 2017 juga ikut menanjak sebesar 4,74 persen terhadap tahun 2016. Kenaikan ini terutama disebabkan meningkatnya produksi komputer, barang elektronik dan optik sebesar 35,25 persen.

Menurut Ngakan, peningkatan pengamanan bagi kegiatan usaha di dalam negeri, juga akan berdampak penting terkait penilaian dunia terhadap posisi Indonesia. Dalam salah satu sub-index pada pilar Institusi dari penilaian Global Competitiveness Index oleh World Economic Forum, Indonesia mengalami peningkatan aspek Business cost of terrorism, dari peringkat 115 tahun 2016 menjadi posisi 112 di 2017.

Selanjutnya, perbaikan juga terjadi pada aspek Business cost of crime and violence, dari peringkat 102 tahun 2016 menjadi posisi 88 di 2017.

“Perbaikan aspek-aspek tersebut, setidaknya mampu mendorong perbaikan posisi daya saing Indonesia,” ungkapnya. (mar)