Omnibus Law Rencana Undang-Undang Cipta Kerja

Kastara.ID, Jakarta – Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X mempersilakan elemen masyarakat, termasuk para buruh melakukan aksi demo menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Hal ini berbeda dengan sikap pemerintah pusat yang melarang buruh melakukan aksi demo pada 6-8 Oktober 2020.

Saat memberikan keterangan di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta (5/10), Sultan mengatakan, aksi demo dan mogok adalah salah satu cara menyampaikan pendapat dan aspirasi. Menurut Sultan, hal itu tidak menjadi masalah asal dilakukan secara tertib dan damai.

Sultan menekankan pentingnya menciptakan suasana tertib dan damai. Terlebih di saat negara dalam situasi pandemi Covid-19. Ketertiban penting guna menghindari segala kemungkinan buruk.

Sebelumnya beberapa Serikat Pekerja yang tergabung dalam Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY berencana menggelar aksi demo. Aksi ini sebagai bentuk penolakan terhadap Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Selain itu aksi tersebut juga dukungan terhadap aksi mogok nasional yang dilakukan sejumlah elemen buruh.

Humas Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) Yogyakarta, Lusi dalam keterangan tertulisnya, Selasa (6/10) menyebut pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja adalah permufakatan jahat antara pemerintah dan oligarki. Pengesahan yang terkesan buru-buru itu menurut Lusi juga sebagai strategi negara untuk menekan akumulasi massa dalam penolakan RUU Cipta Kerja.

Salah satu indikasinya adalah surat edaran tertutup atau tanpa publikasi atas nama Kepala Badan Persidangan Paripurna DPR RI tertanggal 29 September 2020. Surat itu menyampaikan bahwa sidang paripurna pengesahan Omnibus Law akan digelar pada 5 Oktober 2020.

Lusi menambahkan, hal itu diperkuat denganĀ  terbitnya Surat Telegram Rahasia (STR) bernomor STR/645/X/PAM.3.2./2020 oleh Kapolri Jenderal Idham Azis yang melarang adanya aksi demo dan mogok nasional. Kapolri juga menugaskan pengerahan fungsi intelejen guna menggagalkan rencana aksi demo dan mogok nasional sebagai bentuk penolakan Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

“Pelarangan ini menurut Lusi adalah bentuk represifitas dan pelanggaran HAM,” anggapnya. Padahal UUD 1945 dan UU No. 9 Tahun 1998 telah mengakomodasi kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum. (ant)