Oleh: M Rizal Fadillah

DEBAT Capres malam tadi menarik. Ada adu pandangan, adu tampilan, bahkan adu data. Nampak Prabowo menjadi musuh bersama Capres lain Anies dan Ganjar. Prabowo menjadi tidak fokus menghadapi “serangan” dari dua kubu. Tergambar Prabowo merepresentasi “status quo”, sedangkan Anies Baswedan “perubahan”, dan Ganjar Pranowo mencoba menjadi “penyeimbang”. Namun fakta dari debat adalah Anies dan Ganjar “bersekutu” menyerang Prabowo.

Masing-masing melakukan konferensi pers sebelum pulang. Ganjar-Mahfud mengawali tanpa pengantar menjawab beberapa pertanyaan wartawan dengan menekankan pada tantangan data atas Prabowo. Menolak ajakan “buka-buka” untuk waktu lain. Bagi Ganjar data harus tuntas saat debat.

Anies-Muhaimin setelah memberi pernyataan pengantar lalu menjawab pertanyaan. Menekankan etik, pergaulan global, dan efisiensi penjelasan. Sebagaimana Ganjar, Anies menolak ajakan “ngopi-ngopi” Prabowo. “Ini bukan persoalan pribadi, tetapi keselamatan bangsa,” serunya.

Prabowo-Gibran terakhir melakukan konferensi pers. Diawali dengan kalimat “Saya kecewa”. Menyoroti kedua lawan debatnya. Sadar dirinya diserang oleh Ganjar dan Anies. Ia berkilah pada bidang pertahanan yang harus “rahasia”, mengulang makna “barang bekas” serta tetap menyalahkan data lawan.

Prabowo tidak membuka ruang pertanyaan kepada wartawan, sederet tim inti turut menyertai dan tepat di belakang Prabowo ada Yusril Ihza Mahendra yang berwajah “muram”. Rombongan tampak mengantar Prabowo ke mobil. Gibran merunduk mencium tangan Prabowo. Pasangan gemoy porak poranda dan tidak ceria.

Tanpa memberi penilaian siapa pemenang atau unggul, yang jelas dalam debat kali ini yang kalah adalah Prabowo. Kalah telak. Di tema yang menjadi bidang kerja kesehariannya, Prabowo gagal tampil meyakinkan. Tetap emosional dan kurang komunikatif. Dua isu “food estate” dan “kesejahteraan tentara” tidak terjawab. Tidak ada gagasan solutif untuk konflik Laut China Selatan.

Sebagai pasangan “status quo” dan kepanjangan tangan Jokowi, Prabowo-Gibran pantas menjadi musuh bersama. Istana yang mendukung secara vulgar membuat rakyat muak. Kompetisi dipastikan tidak akan sehat akibat rekayasa kecurangan. Bukti bermunculan dari penggelembungan DPT hingga surat suara luar negeri yang sudah tercoblos. Pengerahan aparat hingga desa menjadi berita biasa.

Anies dan Ganjar harus “berkoalisi” melawan Prabowo. Kecurangan harus dilawan bersama. Debat semalam adalah peta mini dari pertunjukan tragedi Prabowo yang “nelongso”. Ganjar memberi nilai 5 untuk kinerja Menhan. Anies lebih parah, 11 dari 100. Prabowo-Gibran yang berkoar menang satu putaran sedang berada di dunia fantasi. Dukungan istana jadi andalan. Mungkin istana kebohongan.

Berlindung di jaringan Jokowi sama dengan berlindung pada sarang laba-laba, seperti kuat padahal lemah. Agama menyebut “selemah-lemah rumah adalah sarang laba-laba”. Prabowo-Gibran seolah menjadi pasangan terkuat padahal terlemah. Kebohongan memang bisa dibayar dengan mahal tapi kebenaran yang akan menang.

Sebagaimana semalam ada ungkapan Prabowo “Saya kecewa”, maka kelak kekecewaan akan berkelanjutan. Bukan semata karena “diserang” oleh Anies dan Ganjar, akan tetapi akibat hukuman rakyat.

Rakyat yang akan memberi sanksi kepada pemimpin yang curang, culas, culun, dan cuplis. (*)

Bandung, 8 Januari 2023
(*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan.