Kastara.ID, Jakarta — Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional atau PPN/Bappenas dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI (5/6) menyebut terdapat sejumlah target pembangunan jangka menengah di bidang kesehatan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2019-2024 yang berpotensi meleset atau tidak tercapai pada 2024. Salah satunya adalah percepatan penurunan stunting menjadi 14% pada 2024. Hingga 2022, prevalensi balita stunting di Indonesia baru mencapai 21,6%.

Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta yang juga Aktivitas Perlindungan Anak Fahira Idris mengungkapkan, situasi stunting di Indonesia yang sangat penting menjadi perhatian serius adalah disparitas angka stunting antarprovinsi. Saat ini, masih terjadi disparitas yang lebar antarprovinsi (di beberapa provinsi, prevalensi stunting balita masih berada di atas 30%) serta rata-rata penurunan yang relatif lambat menjadi tantangan dalam kerangka percepatan penurunan stunting menjadi 14% pada 2024.

“Khusus untuk stunting saya berharap target penurunannya bisa tercapai. Penting bagi Pemerintah untuk segera melakukan berbagai terobosan untuk percepatan penurunan stunting menjadi 14% pada 2024 sesuai target RPJMN 2019-2024. Saya minta dipastikan kembali tiga prasyarat pendukung penurunan stunting yaitu komitmen politik dan kebijakan untuk pelaksanaan, keterlibatan pemerintah dan lintas sektor serta kapasitas untuk melaksanakan percepatan penurunan stunting, semuanya sudah terpenuhi dan berjalan dengan baik,” ujar Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta (7/6).

Berdasarkan data World Bank, lanjut Fahira, stunting menimbulkan kerugian ekonomi negara sebesar 2 hingga 3 persen dari produk domestik bruto atau PDB sebuah negara. Ancaman paling nyata dari stunting terutama bagi Indonesia adalah berpotensi besar mengganjal cita-cita Indonesia menjadi negara maju pada 2045. Oleh karena itu, penurunan stunting menjadi sebuah keniscayaan jika Indonesia ingin memiliki generasi yang mampu bersaing sebagai syarat negara maju.

Menurutnya, dalam kurun setahun ke depan ini, Pemerintah harus fokus kepada salah satu faktor utama stunting yaitu kurangnya asupan gizi. Empat faktor yang mempengaruhi kurangnya asupan gizi dan status kesehatan ibu dan anak yaitu makanan (ketahanan pangan khususnya akses terhadap pangan bergizi), pengasuhan (lingkungan sosial yang terkait dengan praktik pemberian makanan bayi dan anak), kesehatan (akses terhadap pelayanan kesehatan untuk pencegahan dan pengobatan) dan lingkungan (tersedianya sarana air bersih dan sanitasi).

“Masa 1000 hari pertama kehidupan terdiri atas 270 hari selama kehamilan dan 730 hari pada dua tahun pertama kehidupan bayi adalah kunci pencegahan stunting. Masa ini merupakan masa yang paling kritis dalam tumbuh kembang anak. Di Indonesia, gangguan pertumbuhan atau stunting terbesar terjadi pada periode ini,” pungkas Fahira Idris. (dwi)