Kastara.ID, Jakarta – Warga Liang Melas Datas, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, membangun patung Joko Widodo dengan dana Rp 2.5 miliar.

Pembangunan patung tersebut menjadi perhatian Pengamat Komunikasi Politik M Jamiluddinn Ritonga yang disampaikannya kepada Kastara.ID, Rabu (8/11) pagi.

Menurutnya, anggaran sebesar itu tentunya mubazir hanya untuk sebuah patung. Apalagi dalam situasi ekomomi yang masih sulit, membangun patung hanya untuk ucapan terima kasih, tentu tindakan tidak tepat.

“Kalau warga setempat punya dana sebesar itu, lebih baik digunakan untuk perbaikan sarana umum. Termasuk tentunya pelebaran jalan di wilayah tersebut. Hal itu akan lebih bermanfaat bagi masyarakat setempat,” sorot pengamat dari Universitas Esa Unggul Jakarta ini.

Ditambahkann Jamil, Jokowi juga idealnya menolak pembuatan patung dirinya. Sebab, patung-patung seperti itu hanya lazim dibuat di zaman kerajaaan atau di negara-negara yang belum demokratis.

“Patung dibuat untuk mewariskan kehebatan atau prestasi pemimpin kepada generasi berikutnya. Pada era itu masih wajar karena salah satu upaya mewariskan prestasi pemimpin pada umumnya melalui patung,” imbuh Jamil.

Di era modern ini, prestasi pemimpin sudah dapat didokumentasikan melalui berbagai media komunikasi. Karena itu, tanpa patung, prestasi pemimpin akan dapat didokumentasikan untuk diwariskan kepada generasi berikutnya.

“Jadi, kalau ingin mewariskan prestasi Jokowi, cukup menggunakan media komunikasi modern. Dengan media ini, tidak perlu menggunakan dana besar tapi menguasai ruang dan waktu,” tandas Jamil, mantan Dekan Fikom IISIP Jakarta ini.

Bahkan Jamil melihat, mewariskan prestasi presiden melalui patung sudah saatnya ditinggalkan. Cara itu sudah ketinggalan zaman.

Jamil menyebut, cara itu juga upaya mengkultuskan seseorang. Tentu hal itu tak sesuai dengan paham demokrasi yang mengedepankan kesetaraan. “Karena itu, sudah selayaknya pengkultusan individu melalui patung ditanggalkan di negeri tercinta,” pungkasnya. (dwi)