Mako Brimob

Kastara.id, Jakarta – Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengatakan, narapidana teroris di Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, menyandera empat polisi yang salah satu di antaranya polisi wanita berpangkat Iptu.

“Dari informasi yang diperoleh IPW, kekacauan terjadi pukul 15.00 WIB pada Selasa (8/5) dan tidak cepat dikendalikan. Akibatnya, pada pukul 21.00 WIB napi teroris berhasil menjebol teralis tahanan. Para napi juga berhasil merampas senjata polisi dan menyandera empat anggota polisi yang satu di antaranya wanita berpangkat iptu,” kata Neta di Jakarta, Rabu (9/5).

Sempat terjadi aksi tembak menembak antara polisi dengan napi yang menguasai rutan. Sejumlah ambulans tiba di rutan sekitar pukul 06.00 WIB. Sejumlah orang dibawa dengan ambulans dan pukul 09.30 WIB mobil DVI terlihat masuk ke rutan Brimob.

IPW meminta polisi menjelaskan secara transparan apa sesungguhnya yang terjadi di Mako Brimob Kelapa Dua Depok sejak Selasa (8/5) malam. “Kenapa situasi mencekam di Mako Brimob itu belum juga terkendali hingga 11 jam dan membuat aktivitas masyarakat terganggu akibat jalanan diblokir,” ujar Neta.

Menurut IPW, kekacauan di Rutan Mako Brimob sebenarnya sudah terjadi sejak pukul 15.00 Selasa (8/5) sore dan hingga pukul 10.00 Rabu pagi jalanan di sekitar Mako masih diblokir. Namun hingga kini tidak ada penjelasan yang transparan dari polisi mengenai kerusuhan di Mako Brimob itu.

Polisi pun diimbau segera menjelaskan peristiwa ini dengan transparan tentang apa yang terjadi, berapa korban tewas dan luka, dan tentang senjata api polisi yang dirampas napi teroris.

Dari berbagai informasi yang diperoleh ada lima sampai tujuh senjata api polisi yang dirampas napi teroris. Inilah yang diduga membuat polisi kesulitan mengendalikan situasi karena para napi melakukan perlawanan sengit dengan senjata api rampasan.

Dalam pernyataannya, IPW sangat prihatin dengan apa yang terjadi di Mako Brimob. Ini adalah kekacauan kedua di Rutan Mako Brimob. Dan kekacauan ini terjadi beberapa saat setelah Brimob memunculkan kontroversi karena berpatroli mengamankan kantor-kantor partai politik di Semarang.

Pertanyaan IPW juga cukup sederhana. Jika Brimob bisa berpatroli menjaga kantor orang lain, tapi menjaga markasnya sendiri bisa kebobolan.

“Bagaimana Brimob bisa diharapkan maksimal menjaga Pilkada serentak, menjaga markasnya sendiri kebobolan. Dengan adanya kekacauan di rutan Mako Brimob ini, Kapolri sudah saatnya mengevaluasi jabatan Dankormar Brimob sehingga kekacauan tidak terulang lagi di rutan Brimob,” tandas Neta. (npm)