Kastara.ID, Jakarta – Berbagai forum digelar saat Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim Conference of the Parties ke-26 (COP26) yang berlangsung di Glasgow, Skotlandia, 31 Oktober-12 November 2021. Salah satunya adalah sesi peran pelaku bisnis dan pengelolaan hutan dengan tema Support to smallholder to Sustainable Forest and Agriculture Commodity Trade  yang diselenggarakan di Pavillion Indonesia Glasgow COP26 oleh UNFCCC, Climate Change Convention (8/11). Hadir sebagai salah satu panelis, Anggota DPD RI Fahira Idris yang menyerukan kepada seluruh anggota parlemen negara-negara peserta COP26 untuk memastikan pemerintah di negaranya masing-masing menjalankan agenda perubahan iklim, salah satunya melakukan berbagai upaya untuk menghentikan pemanasan global.

“Sebagai wakil rakyat yang dipilih langsung oleh rakyat dan diberi tugas mengawasi kerja-kerja pemerintah, parlemen di seluruh negara dunia mempunyai peran yang sangat signifikan dalam upaya mengurangi dampak perubahan iklim. Lewat kewenangan bidang legislasi, pengawasan dan budgeting, parlemen-parlemen negara-negara peserta COP26 harus memastikan Pemerintahan di negaranya masing-masing menjalankan komitmen tersebut. Saya menyerukan untuk semua anggota parlemen di dunia untuk bertindak dan lakukan tindakan itu sekarang untuk memaksimalkan kekuatan kita dalam mengurangi risiko perubahan iklim,” ujar Fahira Idris dalam keterangan tertulisnya (9/11).

Fahira mengungkapkan, selain mengawasi komitmen negara masing-masing yang telah disampaikan pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pemimpin Dunia tentang Perubahan Iklim COP26, para anggota parlemen dunia juga bertanggung jawab kepada konstituen di negara masing-masing untuk memastikan semua program pembangunan Pemerintah bermuara kepada upaya pengurangan dampak perubahan iklim.

“Kita harus bisa memastikan bahwa semua upaya penanggulangan dampak perubahan iklim di negara kita masing-masing dilakukan dengan melaksanakan proses pembangunan yang memperhatikan dampak suatu kegiatan terhadap pelepasan gas rumah kaca serta peningkatan kapasitas adaptasi suatu sektor terhadap dampak perubahan iklim seperti perubahan pola cuaca, curah hujan, temperatur, dan kenaikan muka air laut,” tukasnya.

Tidak hanya itu, semua anggota parlemen negara peserta COP26 juga dituntut harus mampu mempengaruhi pemerintah masing-masing agar perubahan iklim sudah diinternalisasikan ke dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di berbagai sektor. Sehingga kebijakan adaptasi dan mitigasi ini merupakan kebijakan yang sifatnya lintas sektor dan lintas bidang dilakukan secara terintegrasi dalam satu kesatuan kerangka kebijakan pembangunan nasional.

“Program pembangunan yang direncanakan di semua negara harus diupayakan dapat membantu penurunan emisi gas rumah kaca. Diharapkan dengan upaya ini akan dihasilkan arah pembangunan rendah karbon. Dari sisi adaptasi semua program pembangunan negara-negara di dunia harus mempertimbangkan kenaikan temperatur, kenaikan muka air laut pergeseran musim, dan kejadian iklim ekstrim. COP26 ini menjadi tumpuan harapan untuk aksi nyata mitigasi perubahan iklim. COP26 ini juga menjadi harapan akan masa depan bumi, tempat kita lahir, tumbuh, dan mewujudkan cita-cita,” pungkasnya. (dwi)